ANALISIS KONSEP UANG PENGGANTIAN HAK PEKERJA YANG MENGUNDURKAN DIRI BERDASARKAN PASAL 162 AYAT (1) JUNCTO PASAL 156 AYAT (4) UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Main Author: | Rahmita, Naviri Masma; Fakultas Hukum Universitas Brawijaya |
---|---|
Format: | Article application/pdf eJournal |
Bahasa: | idn |
Terbitan: |
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
, 2014
|
Online Access: |
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/532 |
Daftar Isi:
- Uang penggantian hak pekerja yang mengundurkan diri berdasarkan pasal 162 ayat (1) juncto pasal 156 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah uang yang menjadi hak pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja baik yang di PHK dari pengusaha maupun yang mengundurkan diri atau PHK oleh pekerja/buruh. Karena adanya Surat Edaran Dari Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi yang di keluarkan oleh Fahmi Idris pada tahun 2005 yang mencoba menfsirkan pengertian uang penggantian hak pekerja yang mengundurkan diri dengan mengeluarkan Surat Edaran B.600/MEN/Sj-Hk/VIII/2005 yang ditujukan ke seluruh instansi ketenagakerjaan di seluruh Indonesia. Sehingga menimbulkan pertentangan di kalangan pekerja/buruh yang merasa hak mereka dikurangi karena hadirnya Surat Edaran Tersebut. Penelitian ini mencoba menganalisa pemaknaan uang penggantian hak pekerja yang mengundurkan diri berdasarkan pasal 162 ayat (1) juncto pasal 156 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Penelitian dilakukan dengan metode hukum normatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa sehubungan dengan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi yang menafsirkan uang penggantian hak khususnya uang penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan yang dikeluarkan oleh Menakertrans Fahmi Idris melalui Surat Edaran MENAKERTRANS N.600/MEN/Sj-Hk/VIII/2005, maka dapat dijelaskan bahwa kedudukan Surat Edaran Menteri dalam sistem hukum di Indonesia, bukan termasuk sebagai kategori Peraturan Perundang-Undangan, hal itu dikarenakan Surat Edaran Menteri tidak memenuhi unsur-unsur sebagai norma hukum. Dengan demikian apabila dipertanyakan tentang keabsahannya, maka dapat disimpulkan bahwa Surat Edaran Menteri tetap harus dianggap sah sepanjang mengatur tingkat internal vertikal pejabat tata usaha negara dilingkungannya, dengan tetap mempertimbangkan aspek yuridis, filosofis dan sosiologis dalam pembentukan dan pelaksanaannya dilapangan. Karena di Indonesia menggunakan asas lex superiori derograt legi inferiori, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Surat Edaran dari Menakertrans secara normatif tidak berlaku lagi tetapi karena sudah dikeluarkan harus di lakukan judicial review ke Mahkamah Agung agar dapat di batalkan surat tersebut sehingga semua perusahaan mengacu pada UUK saat menghadapi masalah pekerja/buruh yang mengundurkan diri dari perusahaan. Sehingga tidak ada lagi simpang siur mengenai uang penggantian hak yang berkelanjutan.Kata kunci: Uang Penggantian Hak, Pemutusan Hubungan Kerja, Pekerja yang mengundurkan diri