PENGUATAN WEWENANG KPPU SEBAGAI MEKANISME PENCARIAN ALAT BUKTI DALAM PROSES PENANGANAN PERKARA PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Main Author: | Putri, Clara Fadhila |
---|---|
Format: | Article info eJournal |
Terbitan: |
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
, 2023
|
Online Access: |
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/5275 |
Daftar Isi:
- Clara Fadhila Putri, Hanif Nur Widhiyanti, Shinta Puspita Sari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No.169 Malang e-mail: Clarafdhl@student.ub.ac.id ABSTRAK Dalam penelitian ini penulis mengangkat permasalahan terkait penguatan wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memperoleh alat bukti. Saat melakukan pemeriksaan dan penyelidikan, KPPU tidak memiliki upaya paksa, KPPU membutuhkan penguatan dalam hal penyidikan berupa pemberian wewenang penggeledahan dan penyitaan, dengan tujuan mempermudah KPPU mendapatkan bukti langsung (direct evidence) serta menciptakan penegakan hukum persaingan usaha yang sehat dan kondusif. Dalam Pasal 36 huruf i Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai wewenang KPPU, memang sudah tercantum bahwa KPPU berwenang mendapatkan alat bukti dengan cara meneliti dan menilai, namun hal tersebut tidak didukung dengan adanya wewenang penggeledahan dan penyitaan, yang menyebabkan KPPU kesulitan dalam mencari alat bukti, terkhusus dalam perkara kartel. Dengan tidak dimilikinya wewenang penggeledahan dan penyitaan, KPPU harus mencari bukti secara memutar yang sangat memakan waktu KPPU. Dengan ketidaklengkapan wewenang yang dimiliki KPPU dalam menangani perkara monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, penulis melakukan perbandingan dengan kewenangan penegak hukum persaingan usaha di negara lain yaitu Singapura. Singapura merupakan negara maju di Asia Tenggara dan memiliki predikat negara dengan ekonomi paling kompetitif. Singapura memiliki lembaga seperti KPPU yang bernama Competition Commission of Singapore (CCS) CCS dalam melakukan investigasi memiliki wewenang penggeledahan dan penyitaan yang tercantum dalam Pasal 64 dan 65 Competition Act 2004 . Terdapat 2 jenis penggeledahan bagi CCS yaitu penggeledahan dengan surat perintah dan tanpa surat perintah. Penyitaan yang dapat dilakukan CCS yaitu menyita dokumen-dokumen terkait serta alat elektronik yang berhubungan dengan pelanggaran. KPPU dapat mencontoh wewenang CCS yang belum dimiliki KPPU demi kelancaran dan kemudahan KPPU dalam mengatasi permasalahan persaingan usaha. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Penulis melakukan studi kepustakaan dalam menelaah permasalahan hukum yang ada. Data yang diperoleh dari hasil penelitian, kemudian dianalisis dan diwujudkan dalam kalimat yang sistematis. Terhadap hasil penelitian dan pembahasan dalam penulisan hukum ini, diperoleh dua kesimpulan. Pertama, problematika pembuktian perkara persaingan usaha harus lebih ditegaskan, terkhusus mengenai indirect evidence yang dimana dapat dijadikan bukti petunjuk. Kedua, upaya penguatan kewenangan sita geledah dapat dilakukan dengan cara mempekerjakan penyidik Polri di KPPU agar dapat langsung melakukan penyidikan tanpa kerjasama dengan lembaga lain. Kata Kunci: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kewenangan, Alat Bukti, Penggeledahan, Penyitaan ABSTRACT This research studies the reinforcement of the authority of the Business Competition Supervisory Commission (henceforth referred to as KPPU) to get evidence. At the stage of investigation and inquiry, the KPPU does not hold the position of giving coercion, meaning that it should be authorized to search and confiscate items to allow the commission to get direct evidence and to ensure that the law concerning fair business competition is appropriately enforced. Article 36 letter i of Law Number 5 of 1999 concerning the Authority of KPPU implies that KPPU is authorized to get evidence by investigating and assessing, but this authority is not supported by the authority to search and confiscate assets. Thus, it is still difficult for KPPU to get evidence, especially in cartel cases. With the absence of the authority to search and confiscate, it takes a long for the KKPU to reach evidence, which is time-consuming. With such an incomplete authority to deal with the issues of monopolistic practices and unfair business competition, comparisons are made regarding the authority of law enforcers in business competition in Singapore. Singapore is a developed country in Southeast Asia with a competitive economy. Singapore has an agency similar to KPPU, the Competition Commission of Singapore (CCS). This commission holds the authority to search and confiscate assets as outlined in Article 64 and 65 of the Competition Act 2004. The search by CCS consists of a search with a search warrant and a search without a search warrant. The confiscation by CCS is restricted only to related documents and electronic devices. The CCS can be an example for KPPU Indonesia for easier ways of tackling business competition issues. This research employed a normative method and statutory and comparative approaches. Research data were obtained from library research where the existing issues were analyzed. The data were further analyzed and presented in systematic sentences. The research results reveal that the problems of presenting evidence in business competition cases must be made stricter, especially regarding indirect evidence that can be presented as a clue. Moreover, the measures aimed to reinforce the authority to search and confiscate assets can be conducted by hiring enquirers from Indonesian National Police (POLRI) in KPPU, while the inquiry can be conducted independently without the involvement of other agencies. Keywords: Business Competition Supervisory Commission (KPPU), authority, evidence, search, confiscation