BATASAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Main Author: | Adhyaksa, Perwira |
---|---|
Format: | Article eJournal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
, 2019
|
Online Access: |
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/3575 |
Daftar Isi:
- Perwira Adhyaksa, Dr. Prija Djatmika, S.H., M.Si., Agus Yulianto, S.H., M.H. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Email: Perwirasmansasi@gmail.com ABSTRAKPenelitian ini berangkat dari adanya conflict of norm antara UU Tindak Pidana Korupsi dengan UU Administrasi Pemerintahan terkait dengan persoalan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. Kedua ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut tidak memiliki batasan yang cukup jelas untuk menentukan Pertama, Penyalahgunaan wewenang seperti apakah yang dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi menurut ketentuan Pasal 3 UU PTPK dan penyalahgunaan wewenang yang dikategorikan menurut ketentuan Pasal 17 UU AP; Kedua, mekanisme penegakan hukum terkait penyalahgunaan wewenang pejabat pemerintah tersebut. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual yang fokus kepada studi kepustakaan. Hasil Penelitian disimpulkan Pertama, bahwa terdapat batasan formil, yaitu dalam proses penegakan hukum penyalahgunaan wewenang pejabat pemerintah dapat diselesaikan melalui mekanisme administrasi terlebih dahulu, dalam hal apabila setelah proses administrasi adanya dugaan pelanggaran yang bersifat pidana, barulah aparat penegak hukum pidana dapat melakukan penindakan sesuai cara-cara yang telah ditentukan menurut ketentuan hukum pidana. Kedua, bahwa batasan materiil penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi adalah rumusan dalam ketentuan Pasal 3 UU PTPK, yaitu a. Unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi; b. Unsur Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan; dan c. Unsur merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Kata Kunci : Penyalahgunaan wewenang, Tindak Pidana Korupsi, Administrasi Pemerintahan ABSTRACTThis research embarks from conflict of norm between Law concerning Criminal Corruption and Law concerning Government Administration over abuse of power committed by government officials. Both laws do not give obvious scope in terms of determining: First, what kind of abuse of power is categorised as criminal corruption according to the provision of Article 3 of Law Criminal Corruption Eradication and abuse of power as categorised according to the provision of Article 17 of Law concerning Government Administration; second, what mechanism of law enforcement should be implemented regarding abuse of power committed by government officials. This research was conducted based on normative-juridical method supported by statute and conceptual approaches focused on library study. The results reveal that there is procedural scope, where in terms of the process of law enforcement, abuse of power committed by a government official can be resolved through administrative mechanism to assure if there is criminal allegation that can be made, followed by other measures according to criminal law. The substantive scope involves the substantive elements of the provision of Article 3 of Law: a. aimed for personal benefits, or others’ benefits, or for corporate benefits; b. abuse of power, chance, or facilities on his/her side, due to position; and c. causing financial losses of the state or ruining state’s economy.Keywords: abuse of power, criminal corruption, government administration