BATASAN HAK MORAL PADA PENCIPTA KARYA SINEMATOGRAFIS PADA TOKOH YANG DILAHIRKAN KEMBALI (REBORN) (Analisis Yuridis Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman)
| Main Author: | Herdanti, Ira Monica |
|---|---|
| Format: | Article eJournal |
| Bahasa: | ind |
| Terbitan: |
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
, 2019
|
| Online Access: |
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/3477 |
Daftar Isi:
- Ira Monica Herdanti, Ratih Dheviana Puru Hitaningtyas, S.H., LL.M., Diah Pawestri Maharani, S.H., M.H. Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya iramonica71@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami ketentuan pasal 5 UUHC terkait hak eksklusif berupa hak moral dan hak ekonomi pencipta, berpijak dari kasus ciptaan Benyamin Biang Kerok ciptaan Syamsul Fuad. PT. Falcon Pictures me-reborn film Benyamin Biang Kerok melalui perjanjian jual beli dengan PT. Layar Cipta pada tahun 2010. Sebagian ciptaan telah dilakukan perubahan tanpa meminta persetujuan Pencipta, sebagai pemegang hak moral atas ciptaan. Penelitian dengan permasalahan apa batasan hak moral pada pencipta karya sinematografis pada tokoh yang dilahirkan kembali (reborn) dari analisis yuridis pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman. Penelitian normatif ini yang menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus yang diperoleh suatu kesimpulan sebagai berikut: Peralihan hak atas suatu ciptaan hanya sebatas hak ekonomi, hak moral tetap melekat pada penciptanya dan tidak dapat dialihkan. Sehingga apabila mengalihkan kembali suatu ciptaan tanpa meminta persetujuan pencipta, maka peralihan ciptaan tersebut adalah batal demi hukum. Kata Kunci: Hak Moral, Pencipta, Karya Sinematografis ABSTRACT This research is aimed to analyse and understand Article 5 of Act concerning Copyright over moral rights as exclusive rights and economic rights of creators, embarking from the copyright case of Benyamin Biang Kerok created by Syamsul Fuad, where PT. Falcon Pictures re-created the Benyamin Biang Kerok through sale and purchase agreement with PT. Layar Cipta back in 2010. Some changes took place without consent from the creator as the one who held the right to the creation. This research is mainly focused on the issue concerning the scope of moral rights embedded to cinematographer over reborn figures based on the juridical analysis of Article 5 of Act Number 28 of 2014 concerning Copyright and Act Number 33 of 2009 concerning Cinematography. This is a normative juridical research implementing statute, conceptual, and case approaches. The research reveals that the right conveyance over a creation is only restricted to economic rights, while moral rights embedded to the creator are not transferrable. Therefore, right transfer without the consent from the creator is considered invalid from the outset. Keywords: moral rights, creator, cinematographic works