PENAFSIRAN HAKIM TERHADAP FRASA “DAPAT DIBATALKAN” DALAM HAL TERJADI PEMBATALAN PERKAWINAN
Main Author: | Suwandhani, Mia Louisa |
---|---|
Format: | Article eJournal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
, 2019
|
Online Access: |
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/3469 |
Daftar Isi:
- Mia Louisa Suwandhani, Dr. Rachmi Sulistyarini, S.H., M.H., Fitri Hidayat, S.H.,M.H. Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya mia.louisa@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat-syarat dalam perkawinan, dengan penjelasannya yang menyatakan bahwa “dapat” diartikan bisa batal atau bisa tidak batal. Analisis ini dilakukan Peneliti melalui tiga putusan pembatalan perkawinan, yaitu Putusan No. 1322/Pdt.G/2012/PA.Plg yang disebabkan karena wali nikah yang tidak sah, Putusan No. 1135/Pdt.G/2013/PA.Po karena salah sangka terhadap diri suami yang melakukan poligami tanpa izin, dan Putusan No. 456/Pdt.G/2011/PA.Ska dimana para pihaknya merupakan saudara sepersusuan. Dari kasus tersebut diketahui bahwa nyatanya terdapat kasus dimana perkawinan harus dibatalkan, seperti pada contoh kasus tentang sepersusuan. Sedangkan menurut penjelasan dalam Pasal 22 UUP yang dimaksud dengan “dapat dibatalkan” adalah bisa batal atau bisa tidak batal. Sedangkan kasus perkawinan antar saudara sepersusuan dan beberapa kasus lain sebenarnya memiliki kewajiban untuk dibatalkan (seperti hal-hal yang diatur dalam Pasal 70 KHI yang menyebutkan syarat-syarat apa saja yang menyebabkan perkawinan batal demi hukum).Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa putusan hakim terhadap frasa “dapat dibatalkan” dalam Pasal 22 Undang-Undang Perkawinan dalam Putusan No. 1322/Pdt.G/2012/PA.Plg., Putusan No. 1135/Pdt.G/2013/PA.Po, dan Putusan No. 456/Pdt.G/2011/PA.Ska. adalah “harus dibatalkan”. Hakim menggunakan penafsiran gramatikal, penafsiran sistematis, dan penafsiran ekstensif. Sehingga maksud Pasal 22 Undang-Undang Perkawinan terhadap frasa “dapat dibatalkan” bukan hanya bisa batal atau bisa tidak batal sebagaimana telah dirumuskan dalam penjelasan pasalnya. Namun kata dapat disini berartian bahwa suatu perkawinan akan menjadi batal apabila suatu saat setelah perkawinan tersebut berlangsung ditemukan pelanggaran terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11 Undang-Undang Perkawinan dan barulah perkawinan tersebut dapat diajukan pembatalan dengan kewajiban memohonkan pembatalan tersebut ke muka pengadilan terlebih dahulu. Kata Kunci: Pembatalan, Perkawinan, Penafsiran Hakim ABSTRACT This study aims to analyze and understand Article 22 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage which states that marriage can be canceled if it does not fulfill the conditions in marriage, with an explanation stating that "can" be interpreted as null or not canceled. This analysis was carried out by the researcher through three decisions on marital cancellation, namely Decision No. 1322 / Pdt.G / 2012 / PA.Plg caused by an illegitimate marriage guardian, Decision No. 1135 / Pdt.G / 2013 / PA.Po because of a misunderstanding of the husband who committed polygamy without permission, and Decision No. 456 / Pdt.G / 2011 / PA.Ska where the parties are brothers and sisters. From the case it was known that in fact there were cases where the marriage had to be canceled, as in the case of a case of interrogation. Whereas according to the explanation in Article 22 UUP which is meant to be "canceled" it can be canceled or may not be canceled. Whereas marriages between brothers and sisters and several other cases actually have an obligation to be canceled (such as the matters stipulated in Article 70 of KHI which mention any conditions that cause marriage to be null and void). the phrase "can be canceled" in Article 22 of the Marriage Law in Decision No. 1322 / Pdt.G / 2012 / PA.Plg., Decision No. 1135 / Pdt.G / 2013 / PA.Po, and Decision No. 456 / Pdt.G / 2011 / PA.Ska. is "must be canceled". Judges use grammatical interpretation, systematic interpretation, and extensive interpretation. So that the purpose of Article 22 of the Marriage Law on the phrase "can be canceled" can not only be canceled or may not be canceled as it has been formulated in the article explanation. But the word can here mean that a marriage will be nullified if at any time after the marriage takes place a violation of the conditions specified in Article 6 to Article 11 of the Marriage Law and then the marriage can be submitted with the cancellation of the obligation to apply for cancellation before the court first. Keywords: Cancellation, Marriage, Interpretation of the Judge