ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU-XI/2013 DALAM UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PIDANA

Main Author: Leonard, Jericho
Format: Article eJournal
Bahasa: ind
Terbitan: Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum , 2018
Online Access: http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/3122
Daftar Isi:
  • Jericho Leonard, Dr. Ismail Navianto, S.H., M.H., Dr. Prija Djatmika, S.H., M.Si. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya jerichosirait@gmail.com ABSTRAK Pasal 268 ayat (3) KUHAP menyatakan bahwa Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan satu kali. Pada perkembangannya, upaya hukum peninjauan kembali dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013. Kemudian terdapat permasalahan terkait Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 tahun 2014 yang menyatakan bahwa Permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara pidana dibatasi hanya 1 (satu) kali. Sehingga terdapat ketidakpastian hukum untuk menentukan kesempatan pengajuan Peninjauan Kembali antara putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2014 tentang pengajuan permohonan Peninjauan Kembali. Pembahasan akan mengenai implikasi yuridis dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 dalam Ketetapan Peninjauan Kembali Nomor02.Pid.PK/2015/PNSleman terkait dengan penolakan permohonan peninjauan kembali yang dilakukan lebih dari 1 (satu) kali. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan analitis. Serta menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan interpretasi gramatikal. Bahan hukum yang digunakan terdapat tiga macam, yaitu bahan hukum primer dan sekunder. Upaya hukum Peninjauan Kembali dalam perkara pidana setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 dan SEMA Nomor 7 Tahun 2014 tetap dibatasi 1 (satu) kali. Permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan lebih dari 1 (satu) kali hanya terbatas pada alasan yang diatur dalam SEMA Nomor 7 Tahun 2014. Pada praktik permohonan peninjauan kembali yang diajukan lebih dari 1 (satu) kali, seluruh jajaran peradilan tetap menjadikan SEMA Nomor 7 Tahun 2014 sebagai pedoman proses peradilan. Keributan mengenai putusan MK dan Surat Edaran MA tentang pengajuan PK dalam perkara pidana, menunjukkan bahwa adanya ketidaksamaan pandangan dari lembaga hukum di Indoensia, yang dalam hal ini adalah MA dan MK, dalam menanggapi suatu permasalahan hukum yang ada, terutama tentang pengaturan pengajuan PK dalam perkara pidana. Sehingga hakim dalam memutus sebuah perkara pidana kadang lebih mempertimbangkan kepastian hukum, tetapi juga, kadang pertimbanganya lebih pada keadilan hukum. Oleh karenanya, Peninjauan Kembali sebagai upaya hukum luar biasa yang diatur dalam KUHAP harus lah dalam kerangka yang demikian, yakni untuk menegakkan hukum dan keadilan.Kata kunci: Peninjauan Kembali, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 tahun 2014 ABSTRACT Article 268 Paragraph (3) of Criminal Code Procedure states that judicial review can only be proposed once. However, in reality, legal remedy for judicial review can be proposed more than one according to the Decision made by Constitutional Court Number 34/PUU-XI/2013. There is also an issue regarding the Circular Letter of Supreme Court Number 7 of 2014 where it is regulated that judicial review can only be proposed once. Therefore, there is ambiguity of law over the opportunity given for judicial review as stated in the decision of Constitutional Court and the Circular Letter. This research will take a closer look at juridical implication of the Decision of Constitutional Court Number 34/PUU-XI/2013 regarding the stipulation of judicial review number 02.Pid.PK/2015/PNSleman in regard to rejection of judicial review as it was proposed more than once. This research employed normative juridical method with statute, case, and analytical approaches, where the legal materials obtained were analysed by means of grammatical interpretation. The legal materials used consisted of primary and secondary data. Legal remedy for judicial review in a criminal case after the Decision of Constitutional Court Number 34/PUU-XI/2013 and Circular Letter Number 7 of 2014 still allows judicial review to be submitted once. Judicial review proposed more than once is only restricted to the condition regulated in Circular Letter Number 7 of 2014. Circular Letter Number 7 of 2014 has been the only reference where proposing judicial review is only done once. There has been different perspective on this case between Constitutional Court and Supreme Court. Sometimes judges refer to legal certainty when they give verdict, but most of the time they cling on to justice to make a decision. Therefore, judicial review as an extraordinary legal remedy must be regulated in Criminal Code Procedure accordingly for the sake of justice and to enforce law. Keywords: judicial review, Decision of Constitutional Court Number 34/PUU-XI/2013, Circular Letter of Supreme Court Number 7 of 2014.