PERLUASAN KETERANGAN SAKSI TESTIMONIUM DE AUDITU DALAM PEMBUKTIAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 65/PUU-VIII/2010 (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 737 K/Pid/2014)
Main Author: | Jannah, Illa Miftahul |
---|---|
Format: | Article eJournal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
, 2018
|
Online Access: |
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/3065 |
Daftar Isi:
- Illa Miftahul Jannah, Dr. Bambang Sugiri, S.H., M.S, Eny Harjati, S.H., M.Hum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Email: Illamjannah@gmail.com Abstrak Mahkamah Konstitusi telah menciptakan norma baru yaitu mengakui keberadaan testimonium de auditu sebagai alat bukti sebagaiamana terdapat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 pada tahun 2010 Mengenai perkara permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah memperluas definisi saksi dan keterangan saksi dalam pasal 1 angka 26 dan angka 27 KUHAP menjadi “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan atas suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar, ia lihat, dan ia alami sendiri”. Pada prinsipnya dalam Hukum Acara Pidana, testimonium de auditu tidak diakui sebagai alat bukti karena tidak menjamin kebenarannya. Namun, pasca putusan Mahkamah Konstitusi No. 65/PUU-VIII/2010 testimonium de auditu diakui keberadaannya yang dapat digunakan sebagai alat bukti petunjuk dalam Hukum Acara Pidana dan alat bukti persangkaan dalam Hukum Acara Perdata. Mengenai kasasi yang diajukan terdakwa, alasan-alasan kasasinya tidak dapat dibenarkan menurut Undang-undang karena alasan kasasinya tidak sesuai dengan yang dinyatakan dalam pasal 253 ayat (1) KUHAP dan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana. Kata Kunci: Testimonium de auditu, Pembuktian, Putusan Mahkamah Konstitusi. Abstract Constitutional Court has created a new norm admitting the existence of testimonium de auditu as a proof regarding the Decision of Constitutional Court Number 65/PUU-VIII/2010 in 2010 on Proposal for Judicial Review of Act Number 8 of 1981 on Criminal Code Procedure in regard to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia that has extended the definition of witness and testimony of the witness in Article 1 Number 26 and 27 of Criminal Code Procedure to ‘any person that can give testimony in enquiry, prosecution, and judicature related with any criminal act that is not always heard, seen, and experienced by him/her’. Principally, in Criminal Code Procedure, testimonium de auditu is not regarded as a proof, as it does not guarantee the truth. However, after the Decision of Constitutional Court Number 65/PUU-VIII/2010, testimonium de auditu becomes accepted as a proof in Criminal Code Procedure and in Civil Code Procedure. In terms of cassation appealed by the defendant, the reasons coming with the cassation are not accepted by the Act, for they are irrelevant to what is stated in Article 253 Paragraph (1) of Criminal Code Procedure and, therefore, the defendant is pleaded guilty. Keywords: Testimonium de auditu, proof, Decision of Constitutional Court