KEWENANGAN PRAPERADILAN DALAM MEMUTUS SAH TIDAKNYA PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN
Main Author: | Kamida, Mir’atu |
---|---|
Format: | Article eJournal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
, 2018
|
Online Access: |
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/2894 |
Daftar Isi:
- Mir’atu Kamida, Dr. Prija Djatmika,S.H.,M.S., Eny Harjati, S.H.,M.HumFakultas Hukum Universitas Brawijaya Email: miratukamida@gmail.com Abstrak Praperadilan merupakan lembaga diluar dari pengadilan negeri yang dibentuk untuk mengawasi tindakan dari para penegak hukum. Praperadilan diatur dalam Pasal 77 hingga Pasal 83 KUHAP, sedangkan kewenangan pemeriksaan praperadilan termaktub dalam Pasal 1 angka 10 KUHAP. Pelaksaan praperadilan mengacu pada Pasal 3 KUHAP, yaitu asas legalitas dalam KUHAP sebagai perwujudan dari kepastian hukum yang dianut oleh negara hukum yang dipilih oleh Indonesia yang temaktub dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia. Pada skripsi ini mengangkat mengenai Putusan Praperadilan Nomor 11/Praper/2016/PN.Sby yang objek pemeriksaannya tidak tertuang dalam Pasal 1 angka 1 maupun Pasal 77 KUHAP. Dalam putusan praperadilan tersebut, Hakim praperadilan memutuskan mengabulkan permohonan pemohon untuk setengahnya, yaitu memutus bahwa Surat Perintah Penyelidikan dan Penyidikan tidak sah dan melanggar hukum serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat serta menyatakan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah dan melanggar hukum serta tidak memiliki kekuatan yang mengikat. Dasar pertimbangan hakim dalam putusan tersebut ialah fungsi dari praperadilan yang dibentuk sebagai alat kontrol terhadap tindakan penegak hukum serta penyidikan yang dilakukan oleh Termohon terkategorikan sebagai nebis in idem sehingga berdampak pada penyelidikan dan penyidikan yang tidak sah. Jenis penelitian yang dipilih penulis ialah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus yang menggunakan bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan; bahan hukum sekunder, yaitu literatur hukum yang berkaitan dengan penelitian yang diangkat oleh penulis; dan bahan hukum tersier, yaitu kamus hukum serta kamus besar bahasa indonesia (KBBI). Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah intrepretasi gramatikal serta interpretasi sistematis. Teknik analisis ini bertujuan untuk mengetahui arti dari penyelidikan serta nebis in idem dan bagaimana pengaturannya dalam KUHAP maupun Putusan Mahkamah Konstitusi serta teori-teori yang ada yang berkaitan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar petimbangan hakim yang tertuang dalam Putusan Nomer 11/Praper/2016/PN.Sby adalah tidak tepat. Saran yang diberikan terhadap hakim praperadilan ialah memegang teguh asas legalitas demi terciptanya kepastian hukum serta bagi penyidik ialah perumusan kronologi suatu tindak pidana dirumuskan secermat mungkin demi menghindari perkara yang nebis in idem. Kata Kunci: Praperadilan, Penyelidikan, Penyidikan Abstract Pretrial, aimed to watch the deed of law instrumentalities, is apart from the district court. Pretrial is regulated in Article 77 to Article 83 of Criminal Code Procedure, while the authority of pretrial investigation is enacted in Article 1 Paragraph 10 of Criminal Code Procedure. Pretrial execution refers to Article 3 of Criminal Code Procedure, comprising legality in Criminal Code Procedure as a form of legal certainty which is followed by state of law that is decided by Indonesia as enacted in the Constitution of the Republic of Indonesia. This thesis deals with the Pretrial Decision Number 11/Praper/2016/PN.Sby where the investigation object is not included in Article 1 Paragraph 1 or in Article 77 of Criminal Code Procedure. In the pretrial decision, the judges in the pretrial decided to partly grant request from the appellant, in which the order of investigation and enquiry was considered invalid and against the law and held no binding legal power. The basic consideration of the decision made by the judges was that the function of pretrial held as controlling instrument toward law instrumentals and the enquiry made by the appellant were categorised as nebis in idem so that the investigation and enquiry were declared invalid. This research is categorised as normative juridical with statute and case approach. The primary legal materials required for this research comprised laws, while the secondary legal materials consisted of legal literature related to the research conducted by the author. In addition, tertiary legal materials were also used which included law dictionary and Bahasa Indonesia Dictionary (KBBI). All the data was grammatically and systematically interpreted. Such a technique of analysis was required to find out the definition of investigation and nebis in idem and how it is managed in Criminal Code Procedure, Constitutional Court Decision, and other related theories. The research result reveals that the basic consideration included in Minister Regulation Number 11/Praper/2016/PN.Sby is not appropriate. It is suggested that the legality principles be strongly held for the realisation of legal certainty. For the person in charge of the enquiry, it is recommended that the chronology of criminal conducts be carefully and analytically formulated to avoid nebis in idem. Keywords: pretrial, investigation, enquiry