KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DI RUANG UDARA BATAM DAN BINTAN DITINJAU BERDASARKAN PRINSIP TERITORIAL INDONESIA
Main Author: | Zein, Hayyan Azizi |
---|---|
Format: | Article eJournal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
, 2018
|
Online Access: |
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/2844 |
Daftar Isi:
- Hayyan Azizi Zein, Nurdin., S.H., M.Hum., Hikmatul Ula, S.H., M.Kn.Fakultas Hukum Universitas Brawijaya AbstrakHukum ruang udara menjamin kedaulatan masing-masing Negara dalam melakukan kegiatan nya, baik segi penerbangan dan hal lainya, tujuan dari hukum udara adalah untuk menjamin adanya kedaulatan penuh terhadap ruang udara diatasnya, memberikan hak lintas damai, mengatur larangan terbang melintas di daerah tertentu serta Membangun kerjasama di antara Negara-negara untuk mengamankan penerbangan dan navigasi internasional dan Mengatur aturan penerbangan berjadwal. Namun terdapat beberapa situasi dimana kedaulatan Negara tidak berjalan penuh, seperti halnya di batam dan bintan, dimana kedaulatan berada di Singapura, setiap penerbangan dari dan ke batam harus melapor kepada FIR singapura bukan FIR Jakarta, sehingga hal ini sering menimbulkan permasalahan bagi kedua Negara. Dalam penelitian ini, penulis memilih metode yuridis normatif dengan tujuan untuk menganalisa bahasa hukum tertulis yang mengatur tentang perjanjian antara kedua pihak sehingga dapat menemukan melalui konsep dari interpretasi gramatikal dari bahasa dan pola hukum tertulis sehingga mampu menemukan jawaban atas isu kedaulatan ruang udara bagi kedua pihak.Kata Kunci: Keadulatan Negara, Ruang Udara, Hukum Udara, Teritorial. AbstractAirspace law guarantees the sovereignty of each State in its activities, in terms of aviation and other matters, the purpose of the aerial law is to ensure full sovereignty over the airspace above it, grant the right of peaceful passage, regulate the prohibition of flying across a certain area as well as Build cooperation among States to secure international flight and navigation and Arrange scheduled flight rules. However, there are situations where the sovereignty of the State is not fully functional, as, in Batam and Bintan, where sovereignty is in Singapore, every flight to and from Batam must report to FIR Singapore, not Jakarta FIR, so this often causes problems for both countries. In this study, the authors chose the normative juridical method in order to analyze written legal language governing the agreement between the two parties so as to be able to find through the concept of grammatical interpretation of the language and the pattern of written law so as to find answers to the issue of airspace sovereignty for both parties.Keywords: State Sovereignty, Air Space Law, Territorial.