DISPARITAS PUTUSAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA (Studi Kasus Putusan Nomor 229/Pdt.G/2011/PA.CN. Juncto Putusan Nomor 115/Pdt.G/2012/PTA.Bdg Juncto Putusan Nomor 21 K/Ag/2014)
Main Author: | Rosyidah, Nabila; Fakultas Hukum Universitas Brawijaya |
---|---|
Format: | Article eJournal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
, 2015
|
Online Access: |
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/1380 |
Daftar Isi:
- Pembagian harta bersama diatur dalam Pasal 97 KHI yang membagi setengah bagian untuk masing-masing pihak. Putusan no 229/Pdt.G/2011/PA.CN. jo putusan no 115/Pdt.G/2012/PTA.Bdg jo putusan no 21 K/Ag/2014 merupakan putusan pembagian harta bersama. Terdapat perbedaan antara putusan Pengadilan Agama dengan putusan Pengadilan Tinggi. Dalam Pengadilan Agama obyek sengketa bukan merupakan harta bersama sedangkan di Pengadilan Tinggi obyek sengketa merupakan harta bersama tetapi pembagiannya tidak sama besar antara para pihak. Putusan Mahkamah Agung hanya menguatkan putusan Pengadilan Tinggi. Jenis penelitian hukum yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Teknik dan analisis pengolahan bahan hukum menggunakan interpretasi gramatikal. Dalam UU Perkawinan harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan, sedangkan harta sebelum perkawinan menjadi harta bawaan dari masing-masing suami istri. Sedangkan pembagian harta bersama diatur dalam Pasal 97 KHI. Dasar dan pertimbangan hakim pada putusan no 229/Pdt.G/2011/PA.CN. sudah sesuai dengan Pasal 35 (2) UU Perkawinan dan Pasal 87 (1) KHI, karena hakim menilai objek sengketa berasal dari hibah orang tua tergugat. Dasar dan pertimbangan hakim pada putusan 115/Pdt.G/2012/PTA.Bdg tidak sesuai dengan Pasal 97 KHI. Hakim membagi 1/3 dan 2/3 bagian karena hakim memperhatikan besarnya kontribusi dari masing masing orang tua para pihak, tetapi berdasarkan Pasal 5 (1) UU Kehakiman hakim telah menciptakan rasa keadilan. Dasar dan pertimbangan hakim pada putusan no 21 K/Ag/2014 bisa dibenarkan karena yang dinilai adalah penerapan hukum yang dilakukan Pengadilan Tinggi tidak bertentangan dengan hukum dan/atau Undang Undang.Kata Kunci: Dasar dan Pertimbangan Hakim, Harta Bersama