KEWENANGAN BAKAMLA DALAM PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA TERTENTU DILAUT BERDASARKAN UU NO.32 TAHUN 2014 TENTANG KELAUTAN
Main Author: | Wasisto, Gentur |
---|---|
Format: | Article application/pdf eJournal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
, 2015
|
Online Access: |
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/1286 |
Daftar Isi:
- Abstract There are 13 (thirteen) ministries / agencies who have authority in law enforcement at sea, with 17 (seventeen) laws and regulations. The number of the laws and institutions that regulate the issue in law enforcement at sea, the sea becomes ineffective. Bakorkamla are expected to synergize law enforcement at sea, many obstacles that have not been as expected. With the legalization of Law No. 32 of 2014 concerning maritime, Bakorkamla turned into Maritime Security Agency (Bakamla), with the duties, functions, and powers more broadly. Such conditions will certainly affect the marine law enforcement agencies in other preexisting who has been authorized by the Constitution Act. This research aims to analyze and assess whether the existence of Bakamla will remove the authority of other agencies, with broad authority bakamla whether there will be a conflict between the law enforcement agencies in the sea then bagamana efforts to overcome them. To analyze this problem, the writer used juridical normative approach method analyzes the laws as knives. Thus it would result that the existence of Bakamla not remove the authority of other agencies, but contained a potential conflict of interest between law enforcement agencies at sea that need to be anticipated and watched, as the recommendation as a suggestion to the government to be more serious in the synergy of law enforcement at sea so that collisions between enforcers the law of the sea can be avoided. Key words: law enforcement at sea, certain criminal acts at sea, authorities Abstrak Terdapat 13 (tiga belas) kementerian/lembaga yang memiliki kewenangan dalam penegakan hukum di laut, dengan 17 (tujuh belas ) peraturan perundang undangan. Banyaknya perundang undangan dan institusi yang mengatur masalah di laut maka penegakan hukum di laut menjadi tidak efektif. Bakorkamla yang diharapkan mampu mensinergikan penegakan hukum di laut, banyak menemui kendala sehingga belum sesuai dengan yang diharapkan. Dengan disyahkannya Undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang kelautan, Bakorkamla berubah menjadi Badan Keamanan Laut (Bakamla), dengan tugas, fungsi, dan wewenang yang lebih luas. Kondisi seperti ini tentunya akan berpengaruh terhadap instansi penegak hukum di laut lain yang telah ada sebelumnya yang telah diberi wewenang oleh Undang undang. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisa dan mengkaji apakah keberadaan Bakamla akan menghapus kewenangan instansi lain, dengan kewenangan bakamla yang luas apakah akan timbul konflik antar instansi penegak hukum di laut kemudian bagamana upaya mengatasinya. Untuk menganalisa permasalahan ini, penulis menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang undangan sebagai pisau analisis. Dengan demikian akan diperoleh hasil bahwa keberadaan Bakamla tidak menghapus kewenangan instansi lain, namun terkandung potensi konflik kepentingan antar instansi penegak hukum dilaut yang perlu diantisipasi dan diwaspadai, sebagai rekomendasi sebagai saran kepada pemerintah agar lebih serius dalam mensinergikan penegakan hukum di laut sehingga benturan antar aparat penegak hukum dilaut dapat dihindari. Kata kunci: penegakan hukum dilaut, tindak pidana tertentu dilaut, kewenangan