KEABSAHAN PERKAWINAN YANG TIDAK DICATATKAN SETELAH ADA KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010

Main Author: Putri, Nidiasanda Frengky; Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Format: Article application/pdf eJournal
Bahasa: ind
Terbitan: Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum , 2015
Online Access: http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/1175
Daftar Isi:
  • Negara Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Konsekuensinya dalam persoalan mengenai perngaturan khususnya perkawinan, banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur. Salah satu permasalahan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan adalah mengenai pencatatan perkawinan. Pencatatan perkawinan tidak secara jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang juga menjadi sumber hukum peraturan perundang-undangan yang lainnya mengenai pencatatan perkawinan. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui keabsahan perkawian yang tidak dicatatkan setelah ada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, serta untuk menganalisis akibat hukum dari perkawinan yang tidak dicatatkan. Berdasarkan analisis terhadap bahan hukum yang diperoleh, keabsahan perkawinan yang tidak dicatatkan setelah ada Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut sah sepanjang memenuhi syarat dan rukun sahnya perkawinan. Perkawinan yang tidak dicatatkan juga mempunyai akibat hukum terhadap status kedudukan istri, kedudukan anak, dan harta bersama (gono-gini) dalam perkawinan tersebut.Kata kunci : keabsahan perkawinan, perkawinan yang tidak dicatatkan, akibat hukum