KEDUDUKAN SAKSI MAHKOTA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA DI INDONESIA BERDASARKAN ASAS NON SELF INCRIMINATION

Main Author: Muharikin, Irfan Maulana; Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Format: Article application/pdf eJournal
Bahasa: ind
Terbitan: Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum , 2015
Online Access: http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/1039
Daftar Isi:
  • Saksi mahkota diartikan sebagai tersangka atau terdakwa yang diberikan beban untuk menerangkan perbuatan yang dilakukan dalam berkas terpisah yang menjadikannya seorang saksi. Beban ini yang menjadikan seorang tersangka atau terdakwa dalam keadaan tertekan. Hal ini termaktub dalam Pasal 14 Ayat (3) huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan The International Convenant On Civil Right, seorang tersangka atau terdakwa tidak dipaksa untuk memberikan kesaksian yang memberatkan dirinya, atau dipaksa mengaku bersalah. Padahal jika melihat tujuan dibentuknya KUHAP adalah memberikan jaminan perlindungan terhadap hak-hak tersangka atau terdakwa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan metode pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual guna menjawab permasalahan. Berdasarkan penelitian ini, penggunaan saksi mahkota dalam proses persidangan adalah suatu hal yang lazim. Namun penggunaan saksi mahkota ini tetap harus memperhatikan hak-hak asasi dari terdakwa seperti hak untuk tidak memberikan keterangan yang memberatkan dirinya sendiri (the privilege againts self incrimination). Sehingga, kehadiran saksi mahkota baru dikatakan tidak bertentangan dengan asas non self incrimination jika dilakukan menurut konsep yang dijalankan oleh Amerika Serikat dan sesuai dengan apa yang diatur dalam Rancangan KUHAP versi Januari 2009, khusunya pada Pasal 199 jo. Pasal 200.Kata Kunci : Saksi Mahkota, Proses Peradilan Pidana, Asas Non Self Incrimination.