PENYELESAIAN SENGKETA PILKADA SETELAH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 97/PUU-XI/2013
Main Author: | Nazriyah, R. |
---|---|
Format: | Article eJournal |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
[ 44 ] JURNAL KONSTITUSI
, 2016
|
Online Access: |
http://lib.law.ugm.ac.id/ojs/index.php/jko/article/view/4732 |
Daftar Isi:
- Permasalahan yang hendak dikaji dalam tulisan ini adalah, lembaga mana yang mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa Pilkada setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi? Apa pertimbangan Mahkamah Konstitusi mencabut kewenangannya sendiri untuk menyelesaikan sengketa Pilkada? Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa, pertama, melalui putusan No. 97/PUU-XI/2013 Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan bahwa, “...pembentuk undang-undang juga dapat menentukan bahwa Pilkada langsung itu bukan Pemilu dalam arti formal yang disebut dalam Pasal 22E UUD 1945 sehingga perselisihan hasilnya ditentukan sebagai tambahan kewenangan Mahkamah Agung...” Kedua,lembaga yang dianggap paling pas menangani sengketa Pilkada adalah Mahkamah Agung dengan mendelegasikan kepada Pengadilan Tinggi di tiap-tiap daerah. Jika pihak yang berperkara tidak puas dengan putusan Pengadilan Tinggi maka, dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung. Sementara UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, masih menyerahkan kepada Mahkamah Konstitusi (meski sifatnya sementara) untuk menyelesaikan sengketa Pilkada. Untuk itu, perlu segera dibentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai lembaga mana yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa Pilkada.