RELASI PENYELENGGARAAN PERADILAN PIDANA YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA MURAH TERHADAP PELAKSANAAN PIDANA CAMBUK DI NANGROE ACEH DARUSSALAM: KONSTRUKSI TERHADAP PEMBAHARUAN RUU KUHP
Main Authors: | Safik Faozi, Rochmani, Wenny Megawati |
---|---|
Format: | Article info application/pdf eJournal |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja
, 2022
|
Online Access: |
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jkh/article/view/51179 https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jkh/article/view/51179/22681 |
Daftar Isi:
- Article 2 paragraph 4 of Law no. 48 of 2009 concerning Judicial Powers of Punishment states that trials are carried out in a simple, fast and low cost manner. This principle has been implemented in the implementation of the imposition of caning in Aceh. The implementation is in an open field and ends in 1 day. It is interesting to study from the principles of fast, simple, and low-cost justice. The execution of the caning sentence which ends in 1 day embodies the principle of a fast trial, carried out in the open field by wearing a certain size of rattan, showing a simple trial. The implementation also demonstrates the principle of low-cost justice. In the perspective of the Criminal Code Bill, the implementation of this punishment is based on living law and has been stated in the applicable law in Aceh, realizing the criminal objectives of prevention, fostering perpetrators, restoring balance, and resolving conflicts. Its rationality rests on the laws that live in Aceh, and embodies the principles of fast, simple and low-cost justice. Philosophically, this punishment is built on the basis of the Acehnese people's view of life which relies on philosophical values derived from Islamic law. Sociologically, caning has been around for a long time in Acehnese society. Juridically normative based on the 1945 Constitution, the implementation of caning reflects the law that lives in society as an embodiment of customary units that apply in Acehnese society as stipulated in Article 18 B.
- Pasal 2 ayat 4 Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Hukuman menyebutkan peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Asas ini telah diselenggarakan pada pelaksanaan pengenaan hukuman cambuk di Aceh. Pelaksanaannya lapangan terbuka dan berakhir dalam 1 hari menarik untuk diteliti dari asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Pelaksanaan hukuman cambuk yang berakhir dalam 1 hari mewujudkan asas peradilan yang cepat, dilaksanakan di lapangan terbuka dengan mengenakan rotan dengan ukuran tertentu menunjukkan peradilan yang sederhana. Pelaksanaan tersebut juga menunjukkan asas peradilan berbiaya ringan. Dalam perspektif RUU KUHP, pelaksanaan hukuman ini bersumber pada hukum yang hidup dan telah dituangkan dalam hukum yang berlaku di Aceh, mewujudkan tujuan pidana pencegahan, pembinaan pelaku, memulihkan keseimbangan, dan menyelesaikan konflik. Rasionalitasnya bertumpu pada hukum yang hidup di Aceh, dan mewujudkan asas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan. Secara filosofis, hukuman ini dibangun atas dasar pandangan hidup masyarakat Aceh yang bersandar pada nilai filosofis yang bersumber pada Hukum Islam. Secara sosiologis, hukuman cambuk telah berlangsung lama di masyarakat Aceh. Secara yuridis normatif berdasar UUD 1945, pelaksanaan hukuman cambuk mencerminkan hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai suatu penjelmaan dari kesatuan-kesatuan adat yang berlaku di masyarakat Aceh sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 B.