Budaya Petik Laut: Solidaritas sosial berbasis kearifan lokal pada masyarakat pesisir di Dusun Parsehan Kabupaten Probolinggo
Main Authors: | Rahayu, Suci Setiya, Waskito, Waskito, Widianto, Arif |
---|---|
Format: | Article info application/pdf |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
Universitas Negeri Malang
, 2022
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://journal3.um.ac.id/index.php/fis/article/view/2272 http://journal3.um.ac.id/index.php/fis/article/view/2272/1635 |
Daftar Isi:
- This article examines the social solidarity that exists in the Petik Laut Tradition. This study aims to reveal the history, forms and strategies of maintaining social solidarity in the implementation of the ritual of the Petik Laut Tradition. This study uses the paradigm of Emile Durkheim's social facts. This study uses Emile Durkheim's theory of social solidarity which is based on Emile Durkheim's collective consciousness the form of collective awareness is isn the form of community commitment to the implementation of rituals every year and contributions in the process. This research was conducted in Parsehan Hamlet, Tamansari Village Probolinggo Regency. Data collection techniques used in this research are observation, in-depth interviews, documentation and literature study. The results of this study indicate that the implementation of the Petik Laut Tradition is a pure form of fishermen's gratitude for the abundance of sustenance to God Almighty. Forms of social solidarity: Rembhak bhereng community (deliberations), Tasyakuran (Joint Prayer), while in the ritual larung sesajén: arak-arakan Biték & Ngéjhung (singing poetry), Ngambek & Arebbhu' sesajén (fighting over sesajén in Biték). There is a Cultural Parade and a Ketoprak performance as an aesthetic reflection to describe the ritual of the Petik Laut Tradition. The strategies used to maintain social solidarity are having a sense of respect for the Petik Laut Tradition as a relic of the ancestors, maintaining mutual courtesy and respect among fellow fishermen, and involving talented youths in enlivening the Cultural Parade. Artikel ini mengkaji tentang solidaritas sosial yang ada dalam Tradisi Petik Laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan sejarah, bentuk–bentuk dan strategi merawat solidaritas sosial pada pelaksanaan ritual Tradisi Petik Laut. Penelitian ini menggunakan paradigma fakta sosial Emile Durkheim. Penelitian ini menggunakan teori solidaritas sosial Emile Durkheim yang didasarkan pada kesadaran kolektif. Wujud kesadaran kolektifnya berupa komitmen masyarakat tentang terlaksananya ritual setiap tahun dan kontribusi di dalam prosesnya. Penelitian ini dilakukan di Dusun Parsehan Desa Tamansari Kabupaten Probolinggo. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara mendalam, dokumentasi dan studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Tradisi Petik Laut merupakan murni wujud rasa syukur nelayan atas limpahan rezekinya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bentuk–bentuk solidaritas sosialnya: Rembhak bhereng masyarakat (musyawarah), Tasyakuran (Do’a Bersama), sedangkan dalam ritual larung sesajén: arak–arakan Biték & Ngéjhung (menyanyikan syair), Ngambek & Arebbhu' sesajén (memperebutkan sesajén dalam Biték). Terdapat Pawai Budaya dan pertunjukkan Ketoprak sebagai cerminan estetika untuk menggambarkan ritual Tradisi Petik Laut. Strategi yang digunakan untuk mempertahankan solidaritas sosial yaitu memiliki rasa menghormati terhadap Tradisi Petik Laut sebagai peninggalan nenek moyang, saling menjaga sikap sopan santun dan menghormati antar sesama nelayan, dan melibatkan pemuda–pemuda berbakat dalam memeriahkan Pawai Budaya.