Kebijakan Politik Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial: Pengelolaan Hutan Desa di Sugaitohor, Kabupaten Meranti, Riau
Main Authors: | Salim, M Nazir, Utami, Westi, Pinuji, Sukmo |
---|---|
Format: | Proceeding PeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.stpn.ac.id/52/1/Kebijakan%20Politik%20Reforma%20Agraria%20dan%20Perhutanan%20Sosial_Prosiding%20Seminar%20Nasional%20Geografi%20II%20UGM.pdf http://repository.stpn.ac.id/52/ |
Daftar Isi:
- Sejak tahun 2007, tujuh desa di Tebingtinggi Timur telah masuk dalam skema konsesi Hutan Tanaman Industri seluas 10.390 Ha. Akhir tahun 2008 PT LUM (pemegang konsesi) mulai beroperasi membangun kanal untuk kepentingan land clearing dan memasukan bibit akasia. Sejak kanalisasi, lahan sekitarnya terutama lahan masyarakat mulai mengering dan kebakaran mulai terjadi. Puncaknya terjadi pada tahun 2014 yang menghabiskan lahan masyarakat lebih dari 2400 Ha. Tahun 2014 masyarakat mengundang Presiden Jokowi untuk “Blusukan Asap” di Tebingtinggi Timur. Pasca blusukan asap, presiden lewat Menteri LHK (2017) mencabut izin PT LUM dan menyerahkan kelola hutan ke 7 desa dengan skema Reforma Agraria-Perhutanan Sosial. Kini (2018) masyarakat sedang memproses untuk mengelola hutan tersebut dan berusaha untuk mengeluarkan sebagian dari Hutan Desa, khususnya pemukiman dan lahan penghidupan dengan usulan perubahan tata batas wilayah hutan agar bisa dikelola dengan aman. Namun bagaimana pengelolaan pasca diberikan kepada masyarakat, bagaimana sustainability-nya menjadi pertanyaan banyak pihak, karena menyangkut tata kelola hutan yang begitu luas. Kajian ini ingin menggambarkan bagaimana masyarakat memperlakukan hutan dan megelola dengan basis kearifan lokal sebagai kekuatan menjaga ekologi hutan gambut miliknya. Studi ini dilakukan dengan observasi dan pelibatan langsung ke masyarakat, temuan dalam kajian ini menunjukkan tingkat partisipasi warga cukup tinggi dan kehendak untuk maju dalam mengelola Hutan Desanya. Poin dari kajian ini mengemukakan bahwa masyarakat meyakini, tata kelola lahan gambut dan hutan versi masyarakat cukup mampu memitigasi dari datangnya bencana, karena pemanfaatan kearifan lokal sebagai satu cara untuk menjaga ekosistem lahan berkelanjutan.