Daftar Isi:
  • Perkawinan yang didasari ikatan lahir bathin dapat dikatakan sah jika telah memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyebutkan perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya itu. Indonesia sendiri merupakan negara yang plural, multikultural dan multiagama. Kenyataan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural tidak menutup kemungkinan untuk adanya calon pasangan yang akan melangsungkan perkawinan dengan perbedaan agama.Seperti yang terjadi pada Hadi Susanto yang beragama Islam dan Sri Mulyani yang beragama Kristen. Mereka mengajukan permohonan penetapan perkawinan pada Pengadilan Negeri Kabupaten Lumajang. Permasalahan yang diangkat di dalam penelitian ini adalah bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam memberikan ijin pencatatan perkawinan beda agama di Kantor Pencatatan Sipil Kabupaten Lumajang studi terhadap Penetapan Nomor: 198/Pdt.P/2013/PN.LMJ. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis normatif, spesfikasi penelitian deduktif dengan proses silogisme, sumber bahan hukum primer dan sekunder, metode pengumpulan bahan menggunakan studi kepustakaan dan dalam analisis data menggunakan metode normatif kualitatif. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam penetapan Nomor: 198/Pdt.P/2013/PN.LMJ menggunakan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 245.K/Sip/1953 tanggal 16 Februari 1955 kurang tepat. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sudah mengatur jelas larangan perkawinan beda agama, maka sebaiknya hakim dalam menetapkan dengan mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yaitu lebih spesifiknya pada pasal 35 huruf (a)