Daftar Isi:
  • Advokat sebagai profesi yang terhormat (officium nobile) dan petugas penegak hokum membutuhkan hak kekebalan untuk menjaga integritas dan profesionalitas dalam menjalankan profesinya. Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum mengatur ha kimunitas advokat. Hal tersebut juga mengalami dinamika dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 yang memperluas ketentuan tentang hak imunitas advokat. Demikian juga nota kesepahaman antar organisasi POLRI dan organisasi advokat PERADI. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa ada peraturan tentang hak imunitas advokat namun dalam hak imunitas advokat sebagai pemberi bantuan hokum tidak berjalan sebagaiman amestinya. Hal ini terbukti karena hak imunitas advokat seharusnya menjadi pelindung bagi advokat dalam menjalankan profesinya, terutama dalam memberikan bantuan hokum bagi masyarakat miskin, tetapi malah dikriminalisasi oleh petugas kepolisian tanpa mengingat bahwa advokat memiliki hak imunitas dan sudah ada nota kesepahaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan hak imunitas advokat dan bagaimana jika hak imunitas advokat dilanggar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah berjenis normatif-empiris dengan spesifikasi penelitian deskriptif-analitis, dengan pendekatan kualitatif dan pendekatan undang-undang (statuteapproach). Hasilny amenunjukkan Implementasi hak imunitas yang masih belum efektif akan menimbulkan konsekuensi hokum bagi advokat dan klien atau penerima bantuan hukum. Peranan PERADI dan Kepolisian serta profesi advokat dirasakan dapat meningkatkan penegakan hak imunitas advokat