Multiplikasi In Vitro Tunas Pisang Kepok Manurun (Musa paradisiaca L.) DENGAN BERBAGAI Konsentrasi Hormon Bap dan Naa
Daftar Isi:
- Pisang sebagai buah tropis yang berasal dari Asia Tenggara mempunyai peranan yang sangat penting dalam perdagangan buah internasional. Di Indonesia, pisang juga merupakan salah satu komoditas hortikultura penting, yang mempunyai andil dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) (2016), produksi pisang di Indonesia dari tahun 2013 hingga tahun 2015 mengalami peningkatan yaitu dari 6.279.290 ton menjadi 7.299.275 ton. Perbanyakan bibit pisang kepok bermutu merupakan syarat utama agribisnis pisang, di samping aspek budidaya, maupun penanganan pra dan pasca panen yang baik. Penggunaan bibit pisang dari anakan secara konvensional menghasilkan bibit yang rentan terhadap patogen dan pertumbuhan tanaman pisang tidak seragam serta belum mampu memenuhi permintaan bibit pisang. Teknik kultur in vitro merupakan teknik untuk mengatasi permasalahan dalam usaha budidaya tanaman pisang kepok. Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengkaji respon pertumbuhan tunas tanaman pisang Kepok Manurun terhadap pemberian zat pengatur tumbuh BAP dan NAA, 2) Mendapatkan konsentrasi dari zat pengatur tumbuh BAP dan NAA yang optimum untuk multiplikasi tunas tanaman pisang Kepok Manurun, 3) Mendapatkan kombinasi yang terbaik dari zat pengatur tumbuh BAP dan NAA yang terbaik untuk multiplikasi tunas tanaman pisang Kepok Manurun. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kultur jaringan Kebun Benih Hortikultura (KBH) Salaman Magelang mulai dari bulan Januari 2017 sampai Maret 2017. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial. Faktor pertama adalah BAP dengan 4 taraf konsentrasi yaitu 0 ppm; 2 ppm; 4 ppm; 6 ppm. Faktor kedua adalah NAA dengan 4 taraf konsentrasi yaitu 0 ppm; 0,5 ppm; 1 ppm; 1,5 ppm. Variabel yang diamati adalah saat tumbuh tunas pertama, saat tumbuh akar pertama, jumlah tunas, jumlah akar, tunas tertinggi dan jumlah daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian BAP 4 ppm mampu memberikan respon saat tumbuh tunas tercepat dan jumlah daun terbanyak, perlakuan tanpa BAP (BAP 0 ppm) menunjukkan saat tumbuh akar tercepat, NAA 1,5 ppm menunjukkan jumlah akar terbanyak dan NAA 0,5 ppm menunjukkan tunas terpanjang. Kombinasi perlakuan tanpa BAP (BAP 0 ppm) dan NAA 1,5 ppm menunjukkan jumlah akar terbanyak dan kombinasi perlakuan BAP 4 ppm dan tanpa NAA (NAA 0 ppm) memberikan hasil terbaik pada variabel jumlah tunas.