PENGEKSEKUSIAN TERLEBIH DAHULU ATAS ASET PIHAK KETIGA YANG DIJAMINKAN OLEH PERSEROAN DALAM KAJIAN HUKUM POSITIF INDONESIA
Main Author: | Sudaryat, Sudaryat |
---|---|
Format: | Article info application/pdf Journal |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
Pusat Penelitian dan Pengembangan Cendekiawan Indonesia
, 2021
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://journal.pppci.or.id/index.php/jurisandsociety/article/view/6 https://journal.pppci.or.id/index.php/jurisandsociety/article/view/6/3 |
Daftar Isi:
- Perseroan yang mengajukan kredit ke perbankan memiliki kekurangan jaminan sehingga meminta pihak ketiga untuk membantu menambah jaminan tambahan untuk kredit yang diajukan perusahaan tersebut sehingga mencukupi untuk mendapat kredit yang diharapkan. Pihak ketiga setuju dan kredit pun disetujui oleh bank. Angsuran pelunasan kredit ternyata tidak lancar dan bank menyatakan bahwa kreditnya bermasalah. Bank melakukan sita dan eksekusi barang yang dijaminkan termasuk barang milik pihak ketiga. Pada kondisi tersebut pihak ketiga dirugikan apalagi pada saat lelang, barang milik pihak ketiga lebih didahulukan dalam pelelangannya dari pada barang milik perseroan sendiri sebagai debitor.Perbankan atau perusahaan pembiayaan dalam melakukan eksekusi barang jaminan harus memprioritaskan harta perseroan sebagai debitur bukan melihat dari mudah terjualnya barang jaminan sehingga perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang hartanya ikut dijaminan dapat diperoleh. Hal ini tidak terlepas dari isi ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata yang menjadi sumber hukum jaminan di Indonesia. Eksekusi barang jaminan harus dilakukan melalui proses pelelangan di muka umum bukan penjualan sendiri sehingga diperoleh harga terbaik pada saat pelelangan dan jika ada kelebihan dari hutang maka sisa pelelangan dikembalikan kepada debitor termasuk pihak ketiga yang hartanya ikut terlelang. Pihak ketiga dapat diikutsertakan dalam proses pelelangan barang miliknya tersebut dan hendaknya penjualan aset debitor menjadi prioritas untuk mendapatkan piutang kreditornya kembali. Companies that apply for credit to banks have a collateral deficiency, so they ask third parties to help increase the company's guarantees so that they are sufficient to get the expected credit. When the credit is problematic, the bank confiscates and executes the collateral, including goods belonging to third parties. At that time, it was clear that the third party was disadvantaged, especially during the auction. Instead, the goods belonging to third parties that were more easily sold took precedence in the auction than the goods owned by the company itself as a debtor.Banks or finance companies in executing collateral must prioritize the company's assets as a debtor rather than looking at the easy sale of collateral items so that legal protection for third parties whose assets are guaranteed can be obtained. This is inseparable from the contents of Article 1131 of the Civil Code which is the source of guarantee law in Indonesia. Execution of collateral must be done through an auction process in public not selling itself so that the best price is obtained at the time of the auction and if there is excess debt, the remainder of the auction is returned to the debtor, including third parties whose assets are part of the auction. A third party can be included in the process of auctioning his belongings but debtor’s assets should be a priority to get the loan back.