PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK KETIGA ATAS HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA DALAM HAK PENGUASAAN TANAH DAN BANGUNAN HASIL PERKAWINAN BEDA KEWARGANEGARAAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 69 /PUU-XIII/2015 (Studi Analisis Hak Kepemilikan Rumah Dan Bangunan Di Jakarta)
Daftar Isi:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria, khususnya pasal 21 ayat 1 dan 3 sangat begitu jelas bahwa hanya warga negara Indonesia saja dapat mempunyai hak milik. Untuk ayat ketiga sangat jelas bahwa Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana perlindungan Hukum Bagi Pihak Ketiga Atas Hak Konstitusional Warga Negara Dalam Hak Penguasaan Tanah Dan Bangunan Hasil Perkawinan Beda Kewarganegaraan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69 /PUU-XIII/2015? 2) Bagaimana akibat Hukum Bagi Pihak Ketiga Atas Hak Konstitusional Warga Negara Dalam Hak Penguasaan Tanah Dan Bangunan Hasil Perkawinan Beda Kewarganegaraan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69 /PUU-XIII/2015? Metode Penelitian yang dilakukan dalam tesis ini adalah penelitian hukum Yuridis Normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengkaji bahan-bahan yang berasal dari berbagai peraturan perundang-undangan dan bahan lain dari berbagai literatur. Hasil penelitian ini adalah : 1) Seorang WNI yang menikah secara sah dengan WNA, dimana WNI tersebut memperoleh asset berupa tanah dengan status Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun di atas tanah HGB, baik karena pewarisan, peralihan hak melalui jual beli, hibah atau wasiat, maka dia wajib melepaskan hak-haknya dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak-hak tersebut (pasal 21 ayat (3) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau UUPA). 2) Suatu perkawinan akan membawa akibat hukum kepada para pihak yang melakukannya antara lain terhadap hubungan suami dan istri, terhadap harta kekayaan, dan terhadap kedudukan anak, begitu pula halnya dengan perkawinan campuran. Adapun akibat hukum dari perkawinan campuran antara lain berkaitan dengan kewarganegaraan pasangan, kewarganegaraan anak, dan harta benda dalam perkawinan. Kata kunci : Perlindungan hukum, hak penguasaan tanah, perkawinan beda kewarganegaraan