FILSAFAT HARMONI PADA KOTA LAMA KUDUS DAN MASA KOLONIAL (TELAAH PERBANDINGAN)
Daftar Isi:
- Kejayaan Kudus yang dahulunya dikenal dengan nama Tajug menurun sepeninggal Sunan Kudus tahun 1550 dan berakhir ketika kerajaan Mataram Islam mulai menguasai hampir seluruh daerah-daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pangeran Puger yang saat itu menjabat sebagai wakil penguasa Mataram di Demak dan sekitarnya melakukan pemberontakan terhadap raja di Mataram namun kalah akhirnya diasingkan di Kudus hingga wafat dan dimakamkan di desa Dema’an. Pada masa itulah Kudus berubah menjadi salah satu pemasok beras utama bagi kerajaan Mataram. Pola perkotaan yang berubah memberikan dampak terhadap sosial-budaya masyarakat Kudus. Sehimgga untuk menjawab tujuan dari penelitian yaitu mengetahui pola tata kota Masa Sunan dan Masa Kolonial serta melihat bagaimana perubahan dan dampak yang muncul paska kekuasaan Belanda, maka penelitian ini menggunakan metode kualitatif berdasarkan sumber primer dan sekunder yang ada, sehingga kemudian dapat dilakukan perbandingan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan pola kota Kudus yang dahulu dengan konsep GUSJIGANG (Bagus, Ngaji, Dagang) oleh Sunan Kudus telah berubah dengan konsep polarisasi oleh Kolonial Belanda. Hingga pada abad 18 Kudus berada dibawah kekuasaan Belanda dan dijadikan daerah setingkat Kabupaten. Perkembangan kota berpindah ke daerah baru di sebelah timur Kaligelis (dikenal dengan sebutan Kudus Wetan) yaitu pada abad 19. Hal tersebut memberikan dampak pada semangat sosial, ekonomi dan budaya masyarakat Kudus Kulon. Kata Kunci: Kota Lama Kudus, Gusjigang, Masa Kolonial, Tata Kota.