DEKONSTRUKSI SYSTEM SANKSI DALAM UU NO 22 TAHUN 1946 TENTANG PENCATATAN NIKAH, TALAK DAN RUJUK
Main Author: | Mohsi, Mohsi |
---|---|
Format: | Article info application/pdf Journal |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://ejournal.idia.ac.id/index.php/reflektika/article/view/172 http://ejournal.idia.ac.id/index.php/reflektika/article/view/172/90 |
Daftar Isi:
- Pemberlakuan system sanksi adalah sebagai wujud dan bukti adanya kepastian hukum pencatatan perkawinan yang tertuang dalam UU No 22 tahun 1946. Namun, dalam mewujudkan kepastian hukum pencatatan perkawinan yang terus kontekstual, harus terus dilakukan upaya-upaya konstitutif, seperti adanya judicial revieuw dan amandemen atas sebuah regulasi aturan pencatatan perkawinan, termasuk dalam menjaga super power dari sanksi pencatatan perkawinan. Karena jelas, dalam aturannya yang sudah berumur 73 tahun itu, hampir bisa dikatakan tidak memiliki asas kedayagunaan dan kesesuaian dengan konteks masyarakat era kini. System sanksi dalam UU Pencatatan perkawinan sangatlah tidak memiliki kedayagunaan dan kepastian hukum pada era saat ini, bentuk pemberian sanksi sudah bisa dibilang expired karena nilai pemberian sanksi masih mengacu kepada prestise nilai pada tahun 1946, dimana rupiah yang dijadikan alat untuk memberlakukan sanksi adalah Rp 100,- dan Rp 50,- jumlah ini menggambarkan bahwa UU tersebut tidak memberikan daya guna dan kemaslahatan di era saat ini. oleh karena itu, perlu adanya dekonstruksi dengan melakukan revisi atas system sanksi yang sesuai dengan zaman saat ini, demi tercapainya supremasi hukum, kontekstualisasi hukum, dan kepastian hukum. dekonstruksi system sanksi yang ramah zaman dan waktu menjadi pilihan dalam rangka mewujudkan kepastian, dan kedayagunaan hukum pencatatan perkawinan.