ANALISIS PADA PUTUSAN MK NOMOR 85/PUU-XIV/2016 TENTANG PENGUJIAN UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT MENGENAI PERUBAHAN FRASA PIHAK LAIN DALAM PASAL 22
Main Author: | Muhammad, Fauzan |
---|---|
Format: | bachelorthesis doc-type Bachelors |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2019
|
Online Access: |
http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/docId/3081 |
Daftar Isi:
- Persaingan yang terjadi dalam dunia usaha merupakan condition sine qua non (syarat mutlak) bagi terselenggaranya perekonomian di suatu pasar. Para pelaku usaha terus memperbaiki produk barang atau jasa yang dihasilkan, terus melakukan invovasi, mendistribusikan produk barang dan jasa yang terbaik bagi konsumen, serta menghasilkan produk barang atau jasa yang lebih efisien sehingga dapat memberikan harga yang terjangkau. Persaingan usaha tidak sehat yang diatur dalam UU Persaingan Usaha terdapat dalam tiga jenis perbuatan atau kegiatan yang tidak diperbolehkan, yaitu perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan penyalahgunaan posisi dominan. Selanjutnya kegiatan usaha yang dapat menciptakan iklim persaingan usaha yang tidak sehat tersebut diawasi oleh lembaga yang didirikan berdasarkan amanat UU Persaingan Usaha yaitu Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU). Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Untuk tahap penelitian dan teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Selanjutnya data yang diperoleh, dianalisis secara yuridis kualitatif. Pada tanggal 18 September 2017 Mahkamah Konstitusi memutus perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 yang mengubah frasa “pihak lain” pada Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menjadi frasa “pihak lain dan/atau pihak yang terkait dengan pelaku usaha lain” Berdasarkan hasil penelitian ini, perubahan pada Pasal 22 tidak tepat. Perubahan ini mengakibatkan persekongkolan tender yang melibatkan pihak penyelenggara tender tidak dapat dijerat dikarenakan pihak penyelenggara tender bukan lagi subjek hukum yang diatur dalam Pasal 22. Sedangkan, dalam proses penyelenggaraan tender pihak penyelenggara memungkinkan bersekongkol dengan pihak pelaku usaha untuk mengatur pemenang tender. Perubahan pada Pasal 22 ini juga tidak sesuai dengan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang menjadi pondasi hukum demokrasi ekonomi di Indonesia dimana setiap pelaku usaha memiliki hak untuk berada dalam iklim persaingan yang sehat dan wajar, dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi didalam dunia usaha.