Perjanjian Nominee Antara Warga Negara Asing Dengan Warga Negara Indonesia Berkaitan Dengan Jual Beli Tanah Di Lombok Di Tinjau Dari Hukum Perdata Internasional Indonesia
Main Author: | Abhibawa, Dhafin Praharsa |
---|---|
Format: | bachelorthesis doc-type Bachelors |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2019
|
Online Access: |
http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/docId/2966 |
Daftar Isi:
- Perjanjian nominee yang dikenal juga dengan istilah perjanjian pinjam nama merupakan salah satu jenis perjanjian innominaat atau perjanjian tidak bernama yang tidak dikenal dalam KUH Perdata namun muncul dan berkembang di masyarakat. Perjanjian nominee kerap kali digunakan dalam hal penguasaan tanah di Indonesia oleh WNA. Dalam kasus dimana Juha seorang WNA membuat perjanjian nominee dengan Mukhsin seorang WNI untuk membeli sebidang tanah di wilayah Indonesia. Namun, perjanjian nominee tersebut merupakan bentuk dari penyelundupan hukum karena bertentangan dengan Pasal 21 ayat (1) UUPA. Tujuan penelitian ini dibuat untuk menganalisis pengadilan negara mana yang berwenang untuk mengadili kasus ini serta hukum yang nantinya diberlakukan sebagai pedoman hakim di pengadilan. Kemudian, penelitian ini juga dibuat untuk mengetahui keabsahan dari perjanjian nominee dan akibat apa yang akan timbul jika melakukan perjanjian nominee tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah yuridis normatif. Bertitik tumpu pada norma hukum peraturan perundang-undangan terkait hukum perdata internasional, hukum perdata, dan hukum agraria, serta teori-teori hukum relevan dari literatur maupun jurnal hukum. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan data yang dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil: Pertama, dalam menentukan pengadilan mana yang berwenang dilakukan analisis berdasarkan Pasal 142 ayat (5) RBG yaitu mengenai barang tetap maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri di wilayah letak barang tetap tersebut. dan diperkuat dengan adanya prinsip dari HPI yaitu basis of presence yaitu prinsip forum rei sitae yang berkaitan dengan forum pengadilan dimana benda tidak bergerak (benda tetap) terletak. Kedua, karena dalam perjanjian nominee yang dibuat para pihak tidak mencantumkan pilihan hukum, maka hakim menganalisis hukum yang berlaku dengan teori lex situs. Berdasarkan teori tersebut hukum yang berlaku adalah hukum dimana benda tetap tersebut terletak, sehingga hukum Indonesia lah yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Ketiga, Perjanjian nominee merupakan perjanjian yang tidak sah dilakukan di wilayah Indonesia, karena bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata jo Pasal 21 ayat (1) UUPA, dan perjanjian nominee tersebut dianggap batal demi hukum sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA.