STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1824 K/PID.SUS/2012 TENTANG SUAP ATAS NAMA H. SYARIFUDDIN DIHUBUNGKAN DENGAN OBJEK PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
Main Author: | Johanarcest, Muhammad |
---|---|
Format: | bachelorthesis doc-type Bachelors |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2019
|
Online Access: |
http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/docId/2477 |
Daftar Isi:
- Sistem pembalikan beban pembuktian yang sebagaimana yang diatur dalam undang undang tindak pidana korupsi merupakan jenis pembuktian yang belum diatur sebelumnya dalam KUHAP dan sistem pembuktian terbalik ini belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh penegak hukum. Dalam penulisan studi kasus ini terdapat dua permasalahan yang dikaji yaitu: kesesuaian putusan Mahkamah Agung No. 1824.K/PID.SUS/2012 dengan beban pembuktian terbalik terhadap harta benda sejumlah valuta asing milik H. Syarifuddin, serta konsekuensi harta benda yang telah disita akan tetapi tidak dimasukan kedalam surat dakwaan berdasarkan Undang Undang Tindak Pidana Korupsi. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian yuridis normatif dan dalam pengolahan data penelitian ini menggunakan metode yang bersifat kualitatif dengan menguraikan persoalan dan fakta fakta secara tertulis dari bahan kepustakaan dan akan dianalisa pada akhirnya ditarik suatu kesimpulan dengan didukung berdasarkan fakta fakta yang didapat dari penelitian lapangan sebagai penunjang penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara Majelis Hakim dengan Jaksa Penuntut Umum, terkait harta benda yang disita dan dirampas akan tetapi tidak dimasukan kedalam surat dakwaan Majelis Hakim menerapkan pasal 37 A yang mengharuskan Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa melakukan pembuktian terbalik padahal fakta alat bukti tidak dimasukan kedalam surat dakwaan sehingga Jaksa Penuntut Umum menerapakan pasal 38 B sesuai dengan fakta dan ketentuan yang diatur dalam pasal 38 B dalam perkara a quo. Konsekuensi harta benda yang disita dan dirampas tidak dimasukan kedalam surat dakwaan bukan Perbuatan Melawan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum karena sesuai dengan ketentuan pasal 38 B Undang Undang Tindak Pidana Korupsi dalam perkara a quo.