DINAMIKA POLITIK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BERBASIS SYARIAH (Studi Tentang Instruksi Wali Kota Padang Nomor 451.422/BinsosIII/2005)
Main Author: | Annisa, Elvi |
---|---|
Format: | bachelorthesis doc-type Bachelors |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2018
|
Online Access: |
http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/docId/23863 |
Daftar Isi:
- Lahirnya otonomi daerah pada tahun 1999 sebagai perwujudan demokrasi di Indonesia, telah memberikan keleluasaan bagi daerah untuk mengelola potensi sumber daya sesuai dengan proporsi daya dukung yang dimiliki oleh daerah. Dengan adanya otonomi daerah, setiap daerah berlomba-lomba untuk mengatur segala urusan yang berkaitan dengan daerahnya ke dalam Peraturan Daerah yang dalam pelaksanaannya tidak jarang dipengaruhi oleh tradisi dan kekuatan masyarakat mayoritas. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya Peraturan Daerah berperspektif syariah Islam, salah satunya Kota Padang yang mengeluarkan instruksi Wali Kota Padang nomor 451.422/Binsos–III/2005. Pemberlakuan Perda-Perda Syariat Islam ternyata tidak serta merta memberikan hasil yang baik bagi seluruh masyarakat, melainkan terdapat beberapa persoalan yang menghinggapi peraturan tersebut. Seperti pada kasus instruksi Wali Kota Padang nomor 451.422/Binsos–III/2005, aturannya yang mewajibkan siswa di Kota Padang berpakaian Muslim/Muslimah di Sekolah, dianggap diskriminatif dalam pelaksanaannya dan mengalami tumpang tindih dengan Undang-Undang otonomi daerah. Penelitian ini menggunakan studi kualitatif yang memfokuskan pada implementasi instruksi Wali Kota Padang nomor 451.422/Binsos–III/2005 khususnya aturan wajib menggunakan pakaian Muslim/Muslimah bagi siswa di Kota Padang, serta menganalisis dinamika politik yang muncul dalam pelaksanaan instruksi tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aturan wajib menggunakan pakaian Muslim/Muslimah bagi siswa di Kota Padang kontemporer ini masih memunculkan diskriminasi dalam pelaksanaannya. Adapun faktor-faktor yang membuat kebijakan ini terus diterapkan meskipun memunculkan diskriminasi dan mengalami tumpang tindih dengan Undang-Undang otonomi daerah, yaitu kuatnya tradisi kota Padang yang berlandaskan agama dan adat, adanya kekuatan aktor pemerintahan dan masyarakat mayoritas Kota Padang yang beragama Islam, serta tidak inklusifnya relasi antar stakeholders dalam kebijakan tersebut.