Kedudukan Pemberian Mahar (Mas Kawin) yang Diberikan oleh Pihak Ketiga Terhadap Calon Pasangan Suami Istri menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Islam
Main Author: | Hadiyanti, Nurmeida |
---|---|
Format: | bachelorthesis doc-type Bachelors |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2017
|
Online Access: |
http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/docId/2345 |
Daftar Isi:
- Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh seorang laki-laki yaitu membayar mahar kepada calon istri yang hendak dinikahi, pemberian mahar ini hukumnya wajib bagi seorang pria. Persoalannya bila kemudian mahar tersebut diberikan oleh pihak ketiga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan merumuskan status dan keabsahan pemberian mahar (mas kawin) oleh pihak ketiga serta memperoleh kepastian mengenai akibat hukum terhadap mahar yang diberikan oleh pihak ketiga tersebut berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Islam. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif analistis yaitu melalui pendekatan yuridis normatif serta menggunakan data berupa data primer, sekunder dan tersier yaitu peraturan perundang-undangan dan literatur hukum. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan wawancara. Data yang didapatkan kemudian dianalisis secara yuridis-kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Hukum Islam dan UU No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan membolehkan mahar yang diberikan oleh pihak ketiga, akan tetapi semua syarat-syarat hibah harus terpenuhi secara sempurna antara calon mempelai laki-laki dengan pihak ketiga. Syarat-syarat tersebut jika tidak terpenuhi akan mempengaruhi syarat sah mahar sehingga harta atau barang yang dijadikan mahar tidak sah untuk dijadikan sebagai mahar, akibatnya suami harus memberikan mahar mitsil yang besarannya sesuai dengan keumuman atau sesuai dengan besaran mahar saudara-saudara pihak perempuan. Mengenai status pernikahannya, Pasal 34 ayat (1) KHI menjelaskan bahwa kewajiban menyerahkan mahar bukan merupakan rukun dalam perkawinan, jadi pernikahannya tetap sah. Ketiadaan mahar atau kekurangan mahar tidaklah membatalkan suatu perkawinan.