DEMOCRATIC CONFLICT GOVERNANCE DALAM RENCANA PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH (PLTSa) DI KELURAHAN RANCANUMPANG, KECAMATAN GEDEBAGE, KOTA BANDUNG
Main Author: | Saragih, Junius F S |
---|---|
Format: | bachelorthesis doc-type Bachelors |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2014
|
Online Access: |
http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/docId/21536 |
Daftar Isi:
- ABSTRAKPenelitian ini berjudul “Democratic Conflict Governance dalam RencanaPembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di KelurahanRancanumpang, Kecamatan Gedebage, Kota Bandungâ€. Dalam rencanapembangunan PLTSa terjadi konflik kepentingan yangdiakibatkan olehtersumbatnya saluran partisipasi masyarakat. Akibatnya pembangunan tertundasejak tahun 2006 sampai 2013. Sementara, pemerintah terdesak oleh kebutuhanakan sistem pengelolaan sampah yang terpadu. Hal inilah yang menjadi latarbelakang penelitian ini. Penelitian ini meneliti bagaimanakah pelaksanaandemocratic conflict governance yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode yang bersifatdeskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara,dan studi pustaka. Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan carapurposive, yaitu dengan memilih orang-orang yang mengetahui banyak tentangtopik penelitian ini. Adapun informan yang diwawancarai terdiri dari tiga oranginforman pemerintah, satu orang dari NGo, dua informan dari aliansi masyarakat,dan lima orang dari warga masyarakat terkena dampak.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tahapan democratic conflictgovernance telah dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung namun masih banyakkekurangan. Pertama, peneliti masih menemukan cara mengumpan hadiah untukmempengaruhi sikap masyarakat. Kedua, dominasi birokrasi masih ditemukanpada proses awal penanganan konflik. Ketiga, pemerintah belum mampumenjamin keamanan masyarakat penolak dari ancaman beberapa ormas yangkerap melakukan teror.Keempat,pemerintah belum sinergis dalam mewujudkandemocratic conflict governance, sehingga berdampak pada lambannya pencapaiankonsesus di antara pihak berkonflik. Kelima, pemerintah belum berhasilmembangun kembali kepercayaan masyarakat yang berdampak padatidakpenuhnya partisipasi masyarakatdalam proses musyawarah.Untuk itu, pemerintah seharusnya mampu menjamin kebebasanberpendapat masyarakat dari ancaman ormas-ormas yang kerap melakukan teror.Selain itu, pemerintah harus konsisten membangun komunikasi yang tidakdikawal oleh aparat keamanan maupun birokrasi yang berlebihan.Hal inibertujuan untuk mengurangi persepsi negatif masyarakat tentang ketidaksetaraanproses komunikasi karena adanya aparat keamanan dan birokrasi yang berlebihansebagai simbol kekuasaan. Di sisi lain, pemerintah harus mendekatkan diri ketengah-tengah masyarakat dan mendengarkan keluhannya demi membangunkembali kepercayaan masyarakat yang sempat hilang.