TAFSIR IHWAL KEGENTINGAN MEMAKSA DALAM PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG: STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NO 138/PUU-VII/ TAHUN 2009

Main Author: Suherlinto, Retdy
Format: bachelorthesis doc-type Bachelors
Bahasa: ind
Terbitan: , 2019
Online Access: http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/docId/1871
Daftar Isi:
  • TAFSIR IHWAL KEGENTINGAN MEMAKSA DALAM PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG: STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NO 138/PUU-VII/2009 Retdy Suherlinto 110110120181 ABSTRAK Putusan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya akan dibaca Mahkamah) No 138/PUU-VII/2009 merupakan putusan terhadap pengujian Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) No 4 Tahun 2009 terhadap UUD 1945, putusan tersebut memuat beberapa kriteria dari ihwal kegentingan memaksa dalam rangkaian pembentukan Perppu. Setelah 10 tahun kriteria tersebut dibuat masih terdapat ketidakpastian dalam kriteria tersebut sehingga subjektifitas Presiden tetap terjadi dalam pembentukan Perppu. Penelitian ini merupakan studi kasus atas putusan tersebut dengan spesifikasi penelitian evaluatif preskriptif. Berdasarkan penelitian yang sudah dilaksanakan, dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, masalah ketidakpastian hukum dari kriteria tersebut disebabkan karena ketidakjelasan apakah kriteria tersebut bersifat kumulatif atau alternatif. Ketidakpastian hukum atas kriteria tersebut juga disebabkan karena ruang lingkup materi muatan yang dapat diatur oleh Perppu memiliki kesamaan dengan materi muatan undang- undang, tanpa pembatasan. Terakhir, kriteria ini juga bermasalah karena menimbulkan ketidakjelasan apakah Perppu hanya dapat dibentuk ketika legislatif dalam keadaan reses atau juga dalam keadaan bersidang. Ketidakjelasan ini berdampak kepada luasnya kekuasaan Presiden dalam membentuk Perppu, hampir tidak terbatas. Kedua, seharusnya kriteria yang dibentuk oleh Mahkamah mempertimbangkan beberapa pengaturan mengenai ihwal kegentingan memaksa dalam hal substansi dan prosedural. Pertimbangan ini dapat diambil dari kriteria ihwal kegentingan memaksa yang dilaksanakan oleh negara lain seperti India dan Brazil serta mempertimbangkan kriteria yang dapat membatasi seperti yang disarankan oleh beberapa ahli hukum dan klausul serupa yang ada dalam UUDS 1950.