RESPON KETIDAKPUASAN MASYARAKAT DALAM PROSES PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN JALAN TOL CILEUNYI, SUMEDANG DAWUAN (CISUMDAWU) DI DESA CIHERANG KABUPATEN SUMEDANG

Main Author: Suryani
Format: bachelorthesis doc-type Bachelors
Bahasa: ind
Terbitan: , 2013
Online Access: http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/docId/18695
Daftar Isi:
  • ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana kecenderungan respon masyarakat Desa Ciherang melalui penggunaan Model EVLN (Exit, Voice, Loyalty, dan Neglect) dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan Jalan Tol Cisumdawu (Cileunyi, Sumedang, dan Dawuan) di Desa Ciherang, Kabupaten Sumedang. Adapun penelitian ini dilatarbelakangi adanya permasalahan utama yakni penolakan oleh sebagian masyarakat terhadap kesepakatan ganti rugi. Kompleksitas persoalan ini melibatkan tiga pihak yakni pemerintah, masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta Pengacara. Kondisi ini menyebabkan munculnya ketidakpuasan masyarakat. Penulis menggunakan Model EVLN yang diciptakan oleh Hirschman (1972), yang kemudian dikembangkan oleh Rusbult (1986) untuk mengetahui respon mana dari keempat respon ini, yakni exit, voice, loyalty, atau neglect, yang menjadi pilihan masyarakat atas ketidakpuasan. Sebagai upaya untuk mengetahui hasil tersebut, metode yang digunakan adalah deskriptif survei, dengan pendekatan kualitatif. Kombinasi dari metode tersebut diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih dalam, bukan hanya aspek kuantifikasi data melainkan juga pemaknaan dibalik respon yang dipilih. Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari 40 responden yang tersebar di empat daerah di Desa Ciherang, memberikan hasil penelitian bahwa masyarakat memilih Respon “Voice” sebagai pilihan tindakan mereka dalam menyikapi ketidakpuasan dalam pengadaa tanah. Signifikasi jawaban terlihat pada aspek berikut: diskusi informal dengan mengeluhkan masalah pengadaan tanah kepada tetangga, keluarga, dan anggota masyarakat lainnya, dengan jumlah persentase sebesar 77,5%, mengambil inisiatif bertanya kepada pemerintah, sebesar 90%, dan memiliki keinginan untuk menyuarakan pendapat melalui media masa dengan persentase 30%. Sementara pilihan respon lain, yakni exit, loyalty, dan neglect bukan prioritas mereka namun masyarakat tetap menjadikan pertimbangan. Pilihan respon tersebut memberikan gambaran bahwa tidak adanya wadah atau mekanisme pengaduan dan penyaluran aspirasi dari masyarakat. Selama ini, proses penyaluran komplain dan aspirasi lainnya disalurkan melalui mekanisme pengadilan