KEWENANGAN PELAKSANA TUGAS MENTERI DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN DAN TINDAKAN YANG BERSIFAT STRATEGIS BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Main Author: | Dwitama, Sigit Egi |
---|---|
Format: | bachelorthesis doc-type Bachelors |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2019
|
Online Access: |
http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/docId/1834 |
Daftar Isi:
- Salah satu bentuk surat keputusan yang termasuk kedalam ruang lingkup tata usaha negara adalah Surat Keputusan Menteri, yaitu keputusan yang ditetapkan dan diterbitkan oleh menteri yang selalu bersifat konkret-individual berupa penetapan administratif (beschikking). Akan tetapi, tidak semua badan dan/atau pejabat pemerintahan seperti Menteri mempunyai kewenangan untuk membentuk keputusan tersebut, karena dalam membentuk keputusan dapat dilihat dari status pejabat pemerintahan sebagai contoh Menteri Pelaksana Tugas yang tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan keputusan yang bersifat strategis. Namun permasalahan berbeda muncul ketika terdapat PLT Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 6752 K/70/MEM/2016 Tentang Pembubaran Unit Organisasi Ad Hoc di Lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yang pada dasarnya keputusan tersebut merupakan keputusan yang bersifat strategis. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan spesifikasi penelitian deskriptif analistis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan penelitian lapangan yang berupa peraturan perundang - undangan, buku, jurnal, dan media elektronik. Hasil penelitian ini terdiri dari 2 (dua) analisis yaitu Pertama, kedudukan Surat Keputusan pelaksana tugas Menteri ESDM tidak memiliki keabsahan hukum karena terdapat kecacatan apabila di tinjau dari aspek kewenangan, proses pembentukan, dan tujuan pembentukannya dengan peraturan perundang-undangan dan AUPB dan Kedua, terhadap keabsahan hukum yang tidak dimiliki Surat Keputusan pelaksana tugas menteri maka surat keputusan tersebut menjadi tidak sah dan dibutuhkan mekanisme untuk membatalkan surat keputusan tersebut.