Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Nomor 56/PUU-XIV/2016 terhadap Pengawasan Peraturan Daerah oleh Pemerintah Pusat

Main Author: Supriyani, Yanti
Format: bachelorthesis doc-type Bachelors
Bahasa: ind
Terbitan: , 2020
Online Access: http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/docId/1765
Daftar Isi:
  • Daerah otonom sebagai satuan pemerintahan mandiri yang memiliki wewenang atributif, sebagai subjek hukum berwenang membuat peraturan-peraturan termasuk peraturan daerah untuk menyelenggarakan rumah tangganya. Peraturan daerah yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan. Mengingat untuk menghindari peraturan daerah yang bertentangan, maka dibutuhkanlah sebuah pengawasan. Terdapat dua jenis pengawasan baku terhadap satuan pemerintahan otonomi, yaitu pengawasan preventif dan pengawasan represif. Pengawasan preventif dikaitkan dengan wewenang mengesahkan, sedangkan pengawasan represif adalah wewenang pembatalan atau penangguhan. Kewenangan pembatalan peraturan daerah oleh pemerintah pusat tersebut ternyata dirasa merugikan hak konstitusional beberapa pihak, sehingga dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Nomor 56/PUU-XIV/2016 dihapuskanlah sebagian kewenangan pengawasan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah, yaitu pengawasan represif berupa pembatalan peraturan daerah oleh pemerintah pusat sehingga pemerintah pusat hanya memiliki kewenangan pengawasan preventif saja. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Nomor 56/PUU-XIV/2016 terhadap pengawasan peraturan daerah oleh pemerintah pusat serta untuk mengetahui pengawasan ideal terhadap peraturan daerah oleh pemerintah pusat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang relevan dengan hukum pemerintahan daerah, khususnya dalam pengawasan peraturan daerah oleh pemerintah pusat. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa, dengan dihapuskannya ketentuan pembatalan peraturan daerah beserta pengajuan keberatan yang sebelumnya diatur maka sistem pengawasan preventif peraturan daerah yang dilakukan pemerintah pusat diperluas dan pemerintah pusat menambahkan dua tindakan pengawasan preventif yaitu verifikasi dan klarifikasi yang sebelumnya tidak diatur pengawasan preventif ini berpotensi untuk membelenggu kemandirian daerah dalam berotonomi.