Legal Memorandum Penetapan Tersangka Melalui Putusan Pengadilan No. 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel. Tentang Praperadilan
Main Author: | Sitepu, Efriani Br |
---|---|
Format: | bachelorthesis doc-type Bachelors |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2018
|
Online Access: |
http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/docId/1434 |
Daftar Isi:
- Putusan praperadilan No. 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel., menimbulkan perdebatan mengenai batasan kewenangan dari praperadilan khususnya mengenai apakah Lembaga Praperadilan berwenang menetapkan status tersangka melalui putusannya. Tujuan penelitian legal memorandum ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kewenangan yang dimiliki oleh praperadilan, dan tindakan apa yang harus dilakukan oleh KPK terkait putusan tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam menyusun legal memorandum ini adalah melalui pendekatan yuridis normatif, yaitu menghubungkan objek penelitian dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku, teori-teori hukum, dan memaparkan suatu fakta atau kenyataan secara sistematis dan akurat, kemudian menganalisis fakta tersebut dengan ketentuan yang ada. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa berkaitan dengan penetapan tersangka, hakim melalui putusannya telah menimbulkan ketidakpastian hukum, karena aturan yang dibuat oleh hakim bertentangan dengan hukum positif dalam hal ini aturan KUHAP, UU KPK, maupun putusan MK terkait tentang praperadilan sehingga tidak dapat diikatakan sebagai suatu penemuan hukum melainkan merupakan kesewenang-wenangan karena hakim telah melakukan tindakan yang melampaui kewenangannya sebagai hakim praperadilan. Praperadilan hanyalah untuk menguji dan menilai tentang kebenaran dan ketepatan tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik dan penuntut umum dalam hal menyangkut ketepatan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan penuntutan serta ganti kerugian dan rehabilitasi, yang bertujuan untuk melakukan “pengawasan horizontal” atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan, agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang. Adapun terkait dengan penetapan tersangka hal tersebut sudah menyentuh mengenai pokok perkara atau hukum materiil, sehingga sudah ada di luar kewenangan prapradilan. Oleh karena itu tindakan hukum yang harus dilakukan KPK adalah melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede, dkk. Karena kasus ini dapat dikatakan telah lama mengendap, KPK perlu melakukan pemeriksaan kembali atau pemeriksaan ulang terhadap alat bukti sebagaimana terdapat dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP dan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu terhadap keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan terdakwa; Informasi atau dokumen elektronik terhadap nama yang diduga terlibat tersebut.