Hak Nafkah Anak Luar Kawin dari Ayah Biologisnya dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah deng
Daftar Isi:
- Manusia hidup, tumbuh dan berkembang, hingga kemudian meninggal. Semasa hidupnya, kehidupan manusia diwarnai dengan 3 (tiga) peristiwa penting, yakni kelahiran, perkawinan dan meninggal dunia. Allah SWT menciptakan laki-laki dan perempuan untuk dapat membentuk suatu keluarga melaui perkawinan. Perkawinan menimbulkan akibat hukum bagi suami, istri, dan anak-anak apabila perkawinan tersebut dikaruniai buah hati. Namun, tidak semua anak lahir dari perkawinan yang sah. Indonesia mengenal istilah anak sah dan anak luar kawin. Pembagian ini menimbulkan perbedaan hak antara anak sah dan anak luar kawin. Akibatnya, anak luar kawin seringkali terlantar karena tak mendapat biaya hidup atau nafkah dari ayah biologisnya. Hal inilah yang kemudian melahirkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Oleh karena itu, penelitian ini mengenai kepastian status dan kedudukan anak luar kawin terhadap ayah biologisnya menurut Undang-Undang Perkawinan dan hukum Islam serta menentukan yang menjadi hak nafkah bagi anak luar kawin dari ayah biologisnya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitif. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dalan 2 (dua) tahapan yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Metode analisa yang digunakan adalah analisis yuridis kualitatif dan memperhatikan hukum positif baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkaitan dengan objek penelitian. Berdasarkan hasil penelitian, menurut Undang-Undang Perkawinan, anak luar kawin memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya, sehingga ia berhak atas nafkah dari ayah biologisnya dan dapat menuntut pembayaran atas nafkah tersebut apabila ayah biologis melalaikan kewajibannya. Sedangkan menurut hukum Islam, terdapat dua pandangan terhadap anak luar kawin, yakni yang menasabkannya pada ibunya saja dan yang kedua yang menasabkan pada ibunya namun berpendapat bahwa anak tersebut dapat mendapat nafkah dari ayah biologisnya sebagai bentuk pengamalan dari ajaran akhlak.