PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PEMANFAATAN HAK EKONOMI ATAS SUMBER DAYA GENETIK DI BIDANG INDUSTRI FARMASI DIHUBUNGKAN DENGAN HUKUM POSITIF INDONESIA
Daftar Isi:
- Masyarakat hukum adat memiliki banyak potensi dari sumber daya hayati yang berlimpah di Indonesia, termasuk Sumber Daya Genetik. Hal ini merupakan potensi yang dapat digali lebih dalam lagi guna memenuhi kebutuhan masyarakat, salah satunya adalah kebutuhan akan obat-obatan atau farmasi yang kemudian mendorong negara maju untuk melakukan bioprospeksi di negara berkembang yang kaya akan keanekaragaman hayati. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati dan juga Protokol Nagoya yang mengatur mengenai perlindungan hak-hak ekonomi dari masyarakat hukum adat yang Sumber Daya Genetik-nya dimanfaatkan dalam industri. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui akibat-akibat pengaturan mengenai pemanfaatan Sumber Daya Genetik di industri farmasi Indonesia dan untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi mengenai bentuk perlindungan untuk mencegah terjadinya praktek biopiracy yang seringkali mengabaikan hak-hak ekonomi dari masyarakat hukum adat. Metode penelitian yang digunakan adalah melalui pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu penelitian kepustakaan dengan cara meneliti data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, literatur, serta bahan lain yang berkaitan dengan materi penelitian, dan penelitian lapangan sebagai pendukung data sekunder melalui wawancara yang selanjutnya data dianalisis berdasarkan analisis kualitatif dan hasilnya dipaparkan secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan Kekayaan Intelektual Indonesia seperti Undang-Undang Tentang Paten, Undang-Undang Tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-Undang Tentang Hak Cipta, dan Undang-Undang Tentang Rahasia Dagang kurang tepat untuk mengatur mengenai Sumber Daya Genetik berikut pemanfaataannya dalam industri. Kemudian peraturan perundang-undangan nasional, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), yang mengatur mengenai sumber daya alam dalam penerapannya juga belum dapat memenuhi hak-hak ekonomi yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat walaupun di beberapa pasalnya telah mengatur mengenai hal tersebut, untuk itu diperlukan suatu sistem hukum sui generis yang secara khusus mengatur mengenai pemanfaatan Sumber Daya Genetik berikut dengan mekanisme akses dan pembagian keuntungan yang adil dan berimbang bagi pihak-pihak terkait.