Daftar Isi:
  • STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1660 K/Pid.Sus/2009 MENGENAI PUTUSAN PEMIDANAAN DI BAWAH SANKSI PIDANA MINIMUM KHUSUS YANG DIATUR DALAM PASAL 2 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI Pada sanksi kasus korupsi penegakkannya dilakukan ketentuan pidana minimum khusus, yang bertujuan mengurangi disparitas pidana dan menunjukkan beratnya tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku. Namun, dalam penerapan ketentuan pidana minimum khusus tidak dapat digeneralisir, harus dilihat kasus perkasus, karena dalam memaknai ketetuan peraturan perundang-undangan harus dilakukan dengan memberikan makna kontekstual, sehingga tidak berhenti hanya pada pemaknaan secara tekstual sebagaimana yang dilakukan oleh positivisme hukum. Dengan demikian Penulis ingin mengkaji, pertama bisakah hakim menjatuhkan putusan dibawah ketentuan sanksi minimum khusus yang telah ditentukan dalam perundang-undangan. Kedua, apakah terhadap putusan hakim yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang Jaksa dapat mengajukan peninjauan kembali. Dalam menyusun tugas akhir ini, Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif untuk menjawab permasalahan dalam tugas akhir ini dengan menitikberatkan pada penelitian kepustakaan dan data skunder yang berkaitan dengan peradilan pidana. Selanjutnya dengan deskriptif analisis mendeskripsikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan teori-teori hukum yang terkait praktek dalam pelaksanaanya. Hasil penelitian pada kasus putusan mahkamah Agung Nomor 1660 K/Pid.Sus/2009 menunjukkan bahwa pertama, penjatuhan sanksi dibawah pidana minimum khusus pada kasus korupsi dapat dilakukan dengan melihat latarbelakang kasus perkasus dan memprioritaskan tujuan hukum yakni keadilan. Kedua, Jaksa/Penuntut Umum dapat mengajukan peninjauan kembali dengan alasan adanya kekhilafan yang dilakukan Hakim, dan jika putusan Hakim tidak sesuai dengan tujuan hukum.