ASPEK HUKUM DARI REKAYASA FOTO FIGUR PUBLIK YANG MENGANDUNG UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA INTERNET BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Daftar Isi:
- ASPEK HUKUM DARI REKAYASA FOTO FIGUR PUBLIK YANG MENGANDUNG UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA INTERNET BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK ABSTRAK Anggi Pratama Putra 110110090263 Rekayasa foto ditujukan untuk membuat suatu gambar atau potret untuk menjadi lebih baik dan lebih indah apabila orang melihatnya. Kemajuan teknologi telah menyebabkan foto seseorang dapat dibuat untuk menjadi lebih baik dari foto sebenarnya. Setiap ada kemajuan di bidang apa pun termasuk kemajuan di bidang teknologi fotografi selalu membawa dampak. Dampak yang ditimbulkannya pun ada yang menuju kearah positif dan negatif. Dampak positif misalnya semakin dipermudahnya usaha manusia untuk mendapatkan hasil foto yang maksimal, sedangkan dampak negatif kemajuan teknologi fotografi misalnya penyalahgunaan software oleh para penggunanya dalam hal ini oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab merekayasa foto seseorang yang memuat konten pencemaran nama baik maupun asusila. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji tindakan hukum mengenai rekayasa foto seseorang yang mengandung unsur pencemaran nama baik dan asusila yang ditampilkan pada media internet dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan cara mengkaji, menganalisis. Penelitian juga dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan bahan sekunder, baik yang berupa bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh korban rekayasa foto atas ditampilkannya rekayasa foto yang mengandung unsur pencemaran nama baik pada media internet dapat melakukan tuntutan ganti rugi, baik secara perdata maupun tuntutan secara pidana. Dalam gugatan secara perdata, korban dapat melakukan tuntutan ganti rugi dengan penyelesaian melalui negosiasi yang biasanya adalah cara yang pertama kali ditempuh manakala para pihak bersengketa. Sedangkan Hukum pidana digunakan sebagai ultimum remedium atau alat terakhir apabila bidang hukum yang lain tidak dapat mengatasinya.