Daftar Isi:
  • Angkutan udara niaga merupakan jasa angkutan yang saat ini dianggap penting dalam masyarakat. Angkutan udara niaga yang baik memerhatikan kualitas dan pelayanan serta tunduk pada aturan-aturan yang berlaku terkait pemenuhan hak dan kewajibannya. Pada praktiknya, seringkali maskapai angkutan udara niaga tidak memenuhi beberapa kewajibannya dengan baik dan benar sesuai dengan tanggung jawabnya. Batavia Air, salah satu angkutan udara niaga, mendadak berhenti beroperasi sehari setelah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, dan mengakibatkan ratusan konsumen Batavia Air mengalami kerugian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa angkutan udara niaga terkait pertanggungjawaban pelaku usaha Batavia Air dan bagaimana kedudukan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat ditinjau berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif dengan melakukan penelitian kepustakaan dan studi lapangan mengenai aturan yang berlaku dan kenyataan yang terjadi di masyarakat. Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis mengenai perlindungan hukum bagi pengguna jasa angkutan udara niaga. Data yang diperoleh melalui penelitian ini diolah dan dianalisis menggunakan metode analisis normatif kualitatif, yang bertitik tolak dengan hukum positif sebagai acuan untuk menganalisis mengenai perlindungan hukum bagi pengguna jasa angkutan udara niaga dan untuk mencapai kejelasan masalah data disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa apabila didasarkan pada UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pertama, beberapa hak konsumen dalam Pasal 4 UUPK serta kewajiban pelaku usaha dalam Pasal 7 UUPK yang seharusnya ditegakkan dalam rangka pemenuhan perlindungan konsumen telah diabaikan, dan peran asuransi maupun pemerintah dalam rangka memenuhi perlindungan konsumen juga dirasa kurang maksimal. Kedua, kedudukan YLKI sebagai LPKSM berjalan dengan baik sesuai dengan isi Pasal 44 UUPK, hanya saja kemampuan LPKSM untuk menggugat seperti yang tercantum dalam Pasal 46 ayat (1) UUPK tidak dilaksanakan oleh pihak YLKI.