Daftar Isi:
  • Salah satu jenis pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank syariah adalah pembiayaan dengan prinsip mudharabah. Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang dasarnya menggunakan prinsip bagi hasil. Hubungan antara bank dengan nasabah adalah hubungan mitra kerja, sehingga risiko yang ada dalam pembiayaan mudharbah ini cukup tinggi. Bank tidak mau mengambil risiko yang tinggi, sehingga dalam pembiayaan mudharabah bank diberikan kewenangan untuk mengambil agunan. Bank syariah yang menjalankan fungsinya dengan prinsip syariah harus patuh kepada fatwa. Fatwa DSN-MUI mengatakan bahwa pencairan agunan oleh bank diperbolehkan saat mudharib terbukti melakukan kelalaian terhadap akad. Praktiknya bank syariah melelang agunan bukan pada saat mudharib terbukti melakukan kelalaian, tetapi pada semua kondisi kerugian. Berdasarkan uraian di atas, penyususnan skripsi ini memfokuskan pada bagaimanakah praktik pelelangan agunan menurut Fatwa DSN-MUI dan KHES dan bagaimanakah akibat hukum terhadap pelelangan agunan bila mengalami kerugian menurut Fatwa DSN-MUI. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis kualitatif. Penulisan ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder berupa PeraturanPerundang-Undangan, literatur dan bahan lain yang terkait. Serta menggunakan penelitian dengan metode wawancara untuk memperoleh data primer dan selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif, dan penelitian ini didasarkan pada asas-asas hukum dan norma-norma hukum. Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa, praktik pelelangan agunan menurut Fatwa DSN-MUI adalah saat mudharib terbukti secara sah melakukan kelalaian dan tindakan-tindakan yang menyimpang dari akad yang telah diperjanjanjikan sebelumnya antara bank dengan nasabah dan kedua, akibat hukum dari pelelangan agunan yang tidak sesuai dengan Fatwa dan KHES maka dapat dibatalkan dan tidak berlaku.