TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBATASAN HAK KEPEMILIKAN ATAS TANAH SEBAGAI AKIBAT DARI PERKAWINAN CAMPURAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA
Daftar Isi:
- Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, Undang–Undang Perkawinan sudah mengakomodasi hal tersebut, namun terjadi suatu problematika ketika seorang WNI yang menikah dengan WNA tanpa didahului dengan pembuatan perjanjian perkawinan dapat kehilangan Hak Milik akibat percampuran harta, hal ini menyebabkan WNI tersebut dibatasi kepemilikan tanahnya dengan status Hak Pakai seperti WNA, sesuai dengan hukum agraria di Indonesia, namun hal tersebut justru menyebabkan terjadinya penyelundupan hukum. WNI dan WNA yang oleh Hukum hanya diperbolehkan memiliki Hak Pakai, masih melakukan penyelundupan hukum, dan apakah Asas Lex Rei Sitae dalam Hukum Perdata Internasional sudah sepenuhnya diterapkan dalam Perjanjian Perkawinan. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, guna memperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis mengenai pembatasan hak kepemilikan akibat dari perkawinan campuran tanpa didahului dengan perjanjian perkawinan dan peraturan agraria yang menyebabkan Hak Pakai menjadi hak yang tidak diminati oleh WNI dan WNA. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan mencari data yang dihimpun dengan cara mengamati objek penulisan untuk mengungkapkan kenyataan yang ada di lapangan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang berkembang dalam masyarakat. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa Undang-Undang Hak Tanggungan dan Undang-Undang HGU,HGB, dan Hak Pakai yang menerangkan bahwa Hak Pakai dapat dijadikan Jaminan dengan dibebani Hak Tanggungan pada realisasinya belum dapat dilaksanakan sepenuhnya, karena adanya keresahan pihak bank dalam mengeksekusi agunan dalam bentuk Hak Pakai sehingga tindakan preventif yang dilakukan oleh bank adalah dengan tidak menerima agunan berupa Hak Pakai, lalu penerapan asas lex rei sitae dalam perjanjian perkawinan sudah diterapkan sepenuhnya, namun asas ini belum dapat diterapkan sepenuhnya dalam hal jual-beli benda tidak bergerak karena tingkat kesadaran hukum masyarakat yang rendah sehingga penyelundupan hukum masih terjadi.