Daftar Isi:
  • TINJAUAN YURIDIS MENGENAI STATUS DAN KEDUDUKAN ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DIKAITKAN DENGAN PENGANGKATAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK ABSTRAK Anak merupakan amanat sekaligus karunia Tuhan, yang senantiasa harus di jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak temuan (al-laqith) adalah seorang anak yang hidup, yang dibuang keluarganya karena takut akan kemiskinan, atau karena lari dari tuduhan. Penelitian ini akan membahas mengenai Bagaimanakah status dan kedudukan anak temuan (al-laqith) serta bagaimanakah tata-cara pengangkatan anak temuan (al-laqith) menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan metode pendekatan secara yuridis normatif untuk memberikan gambaran yang menyeluruh, sistematis, dan akurat melalui suatu proses analisis secara kualitatif dengan menggunakan peraturan hukum, asas hukum dan pengertian hukum. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa menurut hukum Islam, status anak temuan adalah manusia yang merdeka. Bagi yang menemukannya wajib untuk memeliharanya, sehingga kedudukan anak temuan dapat menjadi anak angkat, anak asuh, atau anak pungut. Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, status anak ditentukan dengan adanya akta kelahiran, untuk anak temuan, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya. Kedudukan anak temuan menurut Undang-Undang Perlindungan Anak dapat menjadi anak angkat dan anak asuh. Tata cara pengangkatan anak temuan menurut hukum Islam adalah harus memenuhi syarat Muslim, Baligh, Aqil, Adil, dan Amanah. Selain itu disunahkan bagi multaqith hendaknya mengabarkan kepada Imam (pemimpin) dengan penemuannya dan meminta kepada pengadilan, pemimpin setempat, atau ulama untuk menetapkan laqiith berada dalam kekuasaannya. Ketentuan pengangkatan anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak didasarkan pada ketentuan Pasal 39 sampai dengan Pasal 41. Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. JURIDIC REVIEW OF FOUNDED CHILD (AL-LAQITH) STATUS AND STAND ACCORDING TO ISLAMIC LAW RELATED TO CHILD ADOPTION AND THE LAW OF CHILD PROTECTION NUMBER 23 YEAR 2002 ABSTRACT Children constitute the mandate as well as the gift of God, which must always be on guard due to his inherent dignity, dignity and human rights that must be upheld. Founded child (al-laqith) is a child who lives, who dumped his family for fear of poverty, or because the run from charges. This research will discuss the status and stand of the founded child (al-laqith) and how the procedure of founded child (al-laqith) adoption according to Islamic Law and Law of Child Protection No. 23 year 2002. This was a descriptive analysis using the method of normative juridical approach to provide a thorough, systematic, and accurate through a process of analysis by using the rule of law, principles of law and legal sense. The results of this study indicate that according to Islamic law, the status of the founded child is a free man. For those who find it mandatory to maintain, so the stand of founded child can be adopted child or foster child. According to the Child Protection Act, the status of the child is determined by the existence of a birth certificate, for the founded child, the birth certificate for the child based on the information found. The stand of founded child to the founder according of the Child Protection Act may be adopted child and foster child. The procedure for adoption of Islamic law is the founder should be qualified Muslim, Baligh, Aqil, Fair, and trustful. In addition to multaqith suggested to preach to the Imam (leader) of the findings and asked the court, local leaders, or clergy to establish laqiith be in his hand. An adoption provision under the Child Protection Act is based on the provisions of Article 39 through Article 41. Adoption can only be done for the best interests of the child and is based on local customs and conditions of the positif law.