Daftar Isi:
  • Perbuatan hukum hibah mempunyai arti dan peristiwa yang berbeda dan sekilas tampaknya begitu tidak penting apabila dilihat dari perbuatan hukum dan peristiwanya sendiri. Meskipun tampaknya tidak penting tetapi apabila pelaksanaanya tidak dilakukan dengan cara-cara yang benar dan menguatkan sebagai bukti tentang peristiwa hukum tersebut maka akan dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan. Dalam masyarakat kerap terjadi penghibahan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Salah satunya ialah penghibahan harta peninggalan isteri pertama oleh suami kepada isteri kedua. Penghibahan tersebut merugikan pihak-pihak yang sebenarnya berhak atas harta yang dihibahkan tersebut. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui keabsahan dari penghibahan tersebut dan memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang dirugikan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada skripsi ini ialah studi kepustakaan (library research) guna mendapatkan data sekunder yang berupa bahan hukum primer maupun sekunder dan wawancara yang dianalisis secara yuridis kualitatif guna menjawab rumusan masalah. Hibah harta peninggalan isteri pertama oleh suami kepada isteri kedua menurut Kompilasi Hukum Islam adalah tidak sah Hal ini didasarkan pada Pasal 87 ayat (2) KHI dan Pasal 210 ayat (2) KHI. Dari kedua pasal tersebut diketahui bahwa dalam sebuah perkawinan, untuk harta bawaan menjadi hal masing-masing suami maupun isteri, serta dalam melakukan suatu hibah, harta yang dihibahkan harus milik dari penghibah dengan kata lain bukan hak orang lain. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak diatur secara jelas mengenai hibah. Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Perkawinan maka memakai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, penghibahan ini tidak sah karena tidak memenuhi syarat-syarat hibah. Akibat hukum dari harta peninggalan isteri pertama yang dihibahkan kepada isteri kedua oleh suami adalah penghibahan tersebut batal. Ahli waris yang dirugikan dapat mengajukan pembatalan hibah dan juga penarikan harta yang telah dihibahkan tersebut. Pada Pasal 20 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam dinyatakan bahwa harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.