TANAH DENGAN BUKTI GIRIK SEBAGAI JAMINAN DALAM PRAKTIK KREDIT PERBANKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN
Daftar Isi:
- Abstrak Peranan Perbankan sangat penting dalam upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Kredit perbankan merupakan salah satu usaha bank konvensional untuk mewujudkan pembangunan nasional. Di dalam praktiknya, khususnya pada masyarakat di daerah pedesaan, proses pembebanan Jaminan kredit dilakukan dengan menjaminkan tanah dengan bukti girik yang dimiliki debitur tanpa memprosesnya menjadi hak tanggungan. Hal tersebut akan menimbulkan permasalahan hukum mengenai kedudukan jaminan tanah dengan bukti girik dalam pemberian kredit perbankan serta apabila penggunaan tanah dengan bukti girik sebagai jaminan kredit perbankan itu mengalami kredit macet. Hal tersebut berbeda dengan proses pembebanan hak tanggungan dengan segala kelebihannya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan memahami kedudukan jaminan tanah dengan bukti girik dalam pemberian kredit perbankan serta mengetahui akibat hukum penggunaan jaminan tanah dengan bukti girik dalam praktik kredit perbankan apabila mengalami kredit macet. Dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktik pelaksanaan hukum positif. Penelitian skripsi ini menggunakan analisis data secara normatif kualitatif. Teknik Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan tanah dengan bukti girik sebagai jaminan dalam kredit perbankan tanpa proses pendaftaran tanah lebih lanjut seharusnya tidak dapat dilakukan karena bertentangan dengan aturan yang berlaku sebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 Ayat (3) Undang-undang Hak Tanggungan, Pasal 8 ayat (1), (2) serta pada Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Perbankan. Selain itu Pihak bank juga hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren/ kreditur bersaing. Apabila debitur wanprestasi, dalam hal ini bank hanya akan mendapatkan pemenuhan prestasinya secara proporsional karena bank berkedudukan sederajat dengan kreditor-kreditor lainnya.