Kedudukan Hukum Anak Sebagai Ahli Waris Yang Dilahirkan Oleh Wanita Hamil Dalam Perkawinan Dengan Laki-Laki Yang Bukan Penyebab Kehamilannya Menurut Hukum Islam
Daftar Isi:
- ABSTRAK Di Indonesia orang yang akan melakukan perkawinan harus mengacu pada ketentuan hukum agama masing-masing menurut apa yang dianutnya. Hukum perkawinan Islam pada dasarnya tidak hanya mengatur tata cara pelaksanaan perkawinan saja melainkan juga mengatur segala persoalan yang erat hubungannya dengan akibat yang ditimbulkan dari perkawinan tersebut. Dewasa ini banyak perkawinan dilakukan oleh wanita yang hamil diluar perkawinan dengan tujuan untuk menutupi aib dan untuk memberikan perlindungan hukum yang pasti kepada anak yang dilahirkannya. Sehingga wanita yang hamil tersebut menikah dengan laki-laki baik yang menghamilinya maupun dengan laki-laki lain yang bersedia menikahi wanita tersebut. Jika wanita hamil tersebut menikah dengan laki-laki yang bukan penyebab kehamilannya, maka pihak yang dirugikan adalah anak yang dilahirkan wanita tersebut karena status dan kedudukan anak tersebut dapat dipertanyakan, sehingga memungkinkan anak tersebut tidak mendapatkan hak selayaknya seorang anak, seperti hak waris, hak radla’, hak hadlanah, hak walayah, dan hak nafkah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan pendapat hukum mengenai kedudukan anak yang dilahirkan oleh wanita hamil yang menikah dengan laki-laki yang bukan penyebab kehamilannya, agar didapatkan gambaran yang lebih jelas apakah anak yang dilahirkan tersebut merupakan anak sah dan dapat menjadi ahli waris. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif serta spesifikasi penulisan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan atau studi dokumentasi dan setelah diperoleh data untuk menunjang penulisan skripsi ini, maka dilakukan analisis secara yuridis kualitatif. Kedudukan anak yang dilahirkan dari wanita hamil yang menikah dengan laki-laki yang bukan penyebab kehamilannya menurut Hukum Islam adalah anak sah yang dapat dihubungkan nasabnya kepada ayahnya apabila anak tersebut dilahirkan dalam jangka waktu minimal 6 bulan dari saat akad nikah. Namun apabila anak tersebut dilahirkan dalam jangka waktu kurang dari 6 bulan dari saat akad nikah maka anak tersebut tidak dapat dihubungkan nasabnya dengan ayahnya dan hanya mempunyai hubungan keperdataan atau kewarisan dengan ibunya dan keluarga ibunya saja.