Pemaknaan Petani Atas Tanah di Desa Hegarmanah, Kecamatan Jatinangor
Daftar Isi:
- Penelitian ini berusaha mendeskripsikan bagaimana pemahaman petani terhadap tanah di Desa Hegarmanah, Jatinangor. Dalam penelitian ini, akan digambarkan secara rinci perihal pemaknaan petani terhadap tanah seiring perubahan lansekap dan dampaknya terhadap aktivitas kerja petani. Selain itu, dalam penelitian ini juga digambarkan perubahan lansekap, dari masa perkebunan kolonial hingga menjadi kawasan bisnis dan pendidikan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengamatan terlibat, wawancara, dan studi pustaka. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan konsep lansekap dalam mengindetifiksi masalah, terutama perihal ruang dan gagasan. Konsep lansekap ini didasarkan pada asumsi apabila lansekap merupakan hasil konstruksi budaya (Strang 1996). Ini mempunyai pengertian apabila lansekap terbentuk oleh aktivitas orang di dalamnya, dalam arti pengalaman dan keterlibatan orang dalam berhubungan dengan kondisi materialnya. Untuk merumuskan kostruksi budaya, penelitian ini bertumpu pada pendekatan yang mengupas hubungan yang kompleks antara aspek corak produksi(ciri fisik alam, keterampilan, dan teknologi), legal politik (kebijakan, aturan, keputusan), dan kesadaran. Kasus di Hegarmanah, perubahan penetapan terkait fungsi wilayah, yakni penetapan kawasan pendidikan menyebabkan perubahan terhadap corak produksi dan kesadaran orang-orang yang berada di dalamnya. Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah, menjadi hal yang mendorong pembangunan. Pembangunan tidak berhenti di pendirian perguruan tinggi saja, tetapi juga melebar ke daerah sekitarnya. Selain itu, adanya penetapan kawasan pendidikan juga yang memungkinkan munculnya pembangunan-pembangunan dengan skala besar, dari mulai mall sampai apartemen. Dengan begitu, tanah pertanian yang luas, terus menyempit dan gagasan petani tentang tanah dan kerja pertanian mulai terpinggirkan. Dari berbagai literatur menggambarkan jika petani mempunyai ikatan-ikatan non ekonomi, seperti sosial, politik, maupun spritiual. Selain itu, petani memaknai tanah dengan penuh rasa hormat. Petani pun dipandang sebagai profesi yang baik dan luhur. Maka dari itu, tanah dan petani bukan saja dianggap sebagai bagian dari urusan produksi ekonomi, tetapi juga sosial dan budaya. Hasil dari penelitian ini menunjukan jika pandangan petani tentang tanah yang penuh nilai kultural, sosial, dan spiritual mulai ditinggalkan. Tanah yang awalnya dipandang sebagai faktor produksi utama, sekarang dianggap benda yang mempunyai nilai investasi tinggi. Selain itu, dorongan untuk menjadi petani, bukan berangkat dari alasan-alasan filosofis dan ideologis, tetapi lebih kepada tekanan dari kondisi materialnya. Maksudnya, petani memilih menjadi petani, karena tidak adanya pilihan lain, karena keterbatasan kemampuan akademik dan fisik. (Kata Kunci : Lansekap, Hegarmanah, Petani, Tanah)