PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP JUSTICE COLLABOLATOR DALAM PERKARA TIPIKOR DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2014 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
| Main Author: | Simbolon, Muko L |
|---|---|
| Format: | Article info application/pdf eJournal |
| Bahasa: | ind |
| Terbitan: |
Jurnal Ilmiah Widya
, 2020
|
| Online Access: |
http://e-journal.jurwidyakop3.com/index.php/jurnal-ilmiah/article/view/370 http://e-journal.jurwidyakop3.com/index.php/jurnal-ilmiah/article/view/370/353 |
Daftar Isi:
- Protection for the Justice Collaborator is very important because the person concerned usually knows the exact pattern of the crime that occurred, who was involved in the crime and the existing network. The Witness and Victim Protection Agency (LPSK) as an institution that provides protection for the Justice Collaborator in carrying out its duties must cooperate with various law enforcement agencies. The research method used is normative juridical based on research that emphasizes legal science and conducts a positive legal inventory related to the protection of witnesses and victims. The purpose of this paper is that the application of the rules in the law on the one hand provides a large mandate for the protection of the rights of witnesses and victims but on the other hand the law simplifies the implementation process so that it has an impact on the application of the law. The conclusion is the application of protection given to Justice Collaborators in cases of criminal acts of corruption is: (1) Physical, Psychological and Legal Protection; (2) Application of case handling procedures specifically; and (3) Appreciation. However, this has not been effectively implemented due to the lack of consistency in providing such protection, so that the Witness and the suspect feel there is no justice for him. Inadequate obstacles to the implementation of the Justice Collaborator due to institutional weaknesses in the LPSK have problems as follows: (1) LPSK position; (2) Duty, Authority of LPSK; and (3) Organizational Structure and Infrastructure.
- Perlindungan bagi Justice Collaborator sangat penting karena yang bersangkutan biasanya mengetahui dengan pasti pola kejahatan yang terjadi, siapa-siapa yang terlibat dalam kejahatan tersebut serta jaringan yang ada. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai lembaga yang memberikan perlindungan terhadap Justice Collaborator dalam menjalankan tugasnya harus bekerjasama dengan berbagai Instansi penegak hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif berdasarkan penelitian yang menekankan pada ilmu hukum dan melakukan inventarisasi hukum positif yang berkaitan dengan perlindungan saksi dan korban. Tujuan dalam tulisan ini adalah bahwa penerapan aturan dalam undang-undang disatu sisi memberikan mandat yang besar bagi perlindungan hak-hak saksi dan korban namun disisi lain undang-undang menyederhanakan proses pelaksanaannya sehingga berdampak dalam penerapan undang-undang tersebut. Kesimpulannya adalah penerapan perlindungan yang diberikan terhadap Justice Collaborator dalam perkara tindak pidana korupsi ialah: (1) perlindungan fisik, psikis dan hukum; (2) Penerapan Prosedur penanganan perkara secara khusus; dan (3) penghargaan. Namun hal itu pun belum efektif diterapkan karena tidak adanya konsistensi didalam memberikan adanya perlindungan tersebut, sehingga Saksi dan juga tersangka merasa tidak ada keadilan bagi dirinya. Hambatan pelaksanaan perlindungan Justice Collaborator yang belum memadai karena adanya kelemahan kelembagaan LPSK terdapat permasalahan sebagai berikut: (1) Kedudukan LPSK, (2) Tugas, Kewenangan LPSK, dan (3) Struktur dan Infrastruktur Organisasi.