Daftar Isi:
  • Kehadiran Debt Collector diharapkan dapat memberikan keefektifan dalam mengatasi pembiayaan bermasalah. Namun dalam praktiknya Debt Collector sering menggunakan berbagai macam kekerasan terutama dalam pelaksanaan penarikan kendaraan bermotor. Padahal menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/0.10/2012 Perusahaan Pembiayaan (yang dalam praktiknya dilakukan oleh Debt Collector) dilarang melakukan penarikan kendaraan bermotor. Adapun dalam pelaksanaannya harus melibatkan Kepolisian berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011. Oleh karenanya dalam perspektif kriminologis tindakan kekerasan tersebut menjadi suatu gejala kejahatan yang berkembang di dalam masyarakat, khususnya masyarakat Kota Cimahi. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui bagaimana pandangan kriminologi terhadap Debt Collector yang menggunakan kekerasan dalam pembiayaan bermasalah di Kota Cimahi, (2) mengetahui bagaimana upaya penegak hukum dalam mengatasi Debt Collector yang menggunakan kekerasan dalam pembiayaan bermasalah di Kota Cimahi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif Analitis dengan pendekatan Yuridis Empiris, pengumpulan data dengan menggunakan cara observasi dan wawancara, didukung dengan studi pustaka. Adapun penarikan kesimpulan dari hasil penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis induktif. Dari hasil penelitian, Debt Collector terbagi ke dalam dua yaitu Debt Collector reguler dan Debt Collector non reguler. Namun secara kriminologis tindakan Debt Collector non reguler yang menggunakan kekerasan dalam mengatasi pembiayaan bermasalah tersebut adalah suatu kejahatan. Kejahatan yang dilakukan termasuk kedalam teori Asosiasi Diferensial, teori Label dan masuk kedalam teori Subkultur. Bentuk kekerasan yang dilakukan Debt Collector non reguler terbagi kedalam dua. Pertama adalah kekerasan terbuka, (fisik) yang dilakukan oleh individu mapun kelompok, mencakup tindakan kekerasan seperti menganiaya, dan merampas barang dengan paksa. Kedua, bentuk kekerasan tertutup (psikis) yang juga dilakukan secara individu atau oleh kelompok, yaitu tindakan seperti mencemarkan nama baik, mengancam, dan meneror. Oleh karena itu, Debt Collector (non reguler) juga telah menyalahi ketentuan dalam KUHP. Upaya yang dilakukan penegak hukum. Pertama, menyiagakan bidang humas untuk pengaduan dan pelaporan. Kedua, melakukan penangkapan kepada Debt Collector non reguler yang melakukan kekerasan ataupun tindak kejahatan berdasarkan laporan dan pengaduan. Ketiga, yaitu dengan memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat dan instansi Pembiayaan.