Pemilu 2014 dan Krisis Komunikasi Kelompok Minoritas
Main Author: | Fatoni, Uwes |
---|---|
Format: | Proceeding PeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2013
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://digilib.uinsgd.ac.id/4235/1/Uwes%20Fatoni%2C%20Prosiding%20Pemilu_2014_dan_Krisis_Komunikasi.pdf http://digilib.uinsgd.ac.id/4235/ |
Daftar Isi:
- Indonesia sebagai negara multikultural tahun 2014 masih menghadapi banyak permasalahan kebangsaan salah satu diantaranya adalah krisis komunikasi terhadap kelompok minoritas. Berbagai hasil penelitian dari Kontras, Setara Institute, Center For Religious And Cross-cultural Studies (CRCS) maupun the Wahid Institute mengungkapkan, setiap tahun peristiwa intoleransi terhadap kaum minoritas terus meningkat. Dalam aturan perundang-undangan, Indonesia memberikan jaminan kebebasan beragama sebagaimana tercermin dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945, dan Pasal 28 E Amandemen UUD 1945, serta diperjelas pada Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu, pada 23 Februari 2006 Indonesia meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik atau International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) tentang perlindungan terhadap hak-hak minoritas. Namun di sisi lain ada perundang-undangan yang dianggap menjadi dasar sikap diskriminatif terhadap agama minoritas seperti UU No. 1/PNPS/1965, SKB No. 1/79, Peraturan Bersama Nomor 9 dan 8/2006 dan SKB No. 3/2008. Kondisi ini melahirkan krisis komunikasi kebangsaan yang perlu diselesaikan tidak hanya dengan sikap apologis pemerintah (Corporate Apologia), tapi juga harus melalui komunikasi solutif seperti penggunaan komunikasi krisis model lima tahap dari Mitroff (Coombs dan Holladay, 2010). Pemilu 2014 diharapkan menjadi momentum menuju Indonesia ramah beragama.